Minggu, 06 November 2011

Menyaksikan Langsung Parade Obor Sea Games 2011 di Jakarta - 2

2.



13204721391216945693
Saat Obor Sea Games dibawakan oleh Wisnu Wardhana, Atlet renang Indonesia

Saat mendapat email dari Pak Dian Kelana, salah satu Kompasianer senior yang mengajak untuk meliput langsung pawai Parade Obor Sea Games 2011 keliling Jakarta. Saya langsung berangkat dari rumah pukul 08:30 pagi menuju Gedung Indosat di Jalan Merdeka, Jakarta Pusat untuk berkumpul bersama dengan jurnalis warga lainnya.

Sesampainya kemudian, saya bertemu dengan Pak Yusef Hendarsyah yang juga turut menghadiri acara. Terlihat ada Ade Rai dan beberapa atlet maupun mantan atlet yang turut memeriahkan pawai parade Obor Sea Games 2011 ini. Dan, sebelum parade dimulai, kami baik Jurnalis Warga maupun Wartawan Profesional diberi kesempatan untuk memotret beberapa Atlet yang akan bergantian membawakan obor hingga ke etape terakhir di Jakarta Utara, sebelum diberangkatkan ke Palembang.

Berikut ini adalah jadwal etape yang sekarang masih berlangsung:
1. Etape I
Ade Rai (Atlet Binaraga). Dari Balai Kota menuju Hotel Nikko, Jl. M.H. Thamrin. Titik Km 2.
2.Etape II
Albert Papilaya (Atlet Tinju). Menuju ke Halte Chase Plaza Setiabudi Jl. Jendral Sudirman. Km 4.
3. Etape III
Ricky Yacobi (Atlet Sepak Bola). Menuju Jembatan Semanggi, Gedung GKBI. Km 6.
4. Etape IV
Harly Ramayani (Atlet Loncat Indah). Menuju Stadion Madya Senayan. Km 8.
5. Etape V
Heru Prayogo (Atlet Atletik). Menuju Plaza Senayan. Km 10.
6. Etape VI
Purnomo (Atlet Atletik 100m). Menuju Pintu 2 Gelora Bung Karno. Km 12.
7. Etape VII
Yustedjo Tarik (Atlet Tenis). Menuju Plaza Mandiri, samping Polda Metro Jaya, Jl. Gatot Subroto. Km 14.
8. Etape VIII
Nunung Jayadi (Atlet Atletik). Menuju Hotel Kartika Chandra, Jl. Gatot Subroto. Km 16.
9. Etape IX
Wisnu Wardhana (Atlet Renang). Menuju Halte Busway Tegal Parang. Km 18.


*     *     *

Sayangnya, saya hanya bisa menyaksikan hingga Etape ke IX ini, sebab tadi harus segera pulang untuk menuju ke kampus karena hari ini ada ujian sore. Dan tidak kesampaian memenuhi janji untuk dapat menyelesaikan hingga ke etape terakhir yang kabarnya akan hinggap di Kantor Walikota Jakarta Utara, Jl. Yos Sudarso, di Km 40. Sebelum diserahkan oleh Walikota Jakarta Utara kepada ketua INASOC dan selanjutnya di serahkan kepada Duta Obor DKI Jakarta untuk diserahkan kepada INASOC Sumatera Selatan. Dan selanjutnya dibawa ke Palembang dengan menggunakan Kapal laut.

Namun sebelumnya, ada beberapa cerita menarik yang saya alami saat mengikuti pawai Obor Sea Games 2011. Yaitu antusias masyarakat untuk menyaksikan arak-arakan obor hingga memadati jalan di sepanjang Jl. Sudirman hingga Jl. Gatot Subroto. Dan saya juga sempat menyaksikan beberapa pekerja di kawasan elit Sudirman yang menghentikan aktivitas kerjanya, dengan memotret langsung pawai Obor Sea Games 2011. Mereka semua mengabadikan langsung melalui ponsel yang dibawa masing-masing tanpa memperdulikan teriknya panas matahari yang menyengat.

Sementara dari peserta parade tersebut, mereka terlihat sangat antusias, terutama dari ratusan pelajar mulai dari anak SD hingga SMA.

Apalagi saat menyaksikan senyum sumringah dari rombongan sepeda dan Pak Polisi yang berebutan ketika saya meminta izin dari mereka untuk memotretnya. Bapak dan Ibu rombongan sepeda itu tampak memasang muka dengan sebaik-baiknya, ketika tahu akan saya posting di sosial blog Kompasiana.

"Saya Ibu Wati, dari rombongan sepeda yang ikut pawai keliling. Jangan lupa, foto saya dipajang paling depan di tulisan Mas ya..." Ucap salah seorang Ibu, dengan tawa mengembang.
Atau ketika saya dan Pak Dian Kelana beristirahat sejenak sambil ngemil dan ngopi, setelah puas berkeliling Jakarta di sebuah halte seraya berteduh dari teriknya matahari. Sayangnya Pak Yusef Hendarsyah, tidak ikut karena ada pekerjaan mendesak dan saya melanjutkannya berdua dengan Pak Dian Kelana.

Hingga saya menyudahi liputan Parade Obor Sea Games ini setelah tiba di kantor Unilever, setelah sempat menyaksikan Sandra Dewi, artis asal Bangka, yang juga turut menghadiri serah terima obor dari Nunung Jayadi ke Wisnu Wardhana.

Maksud hati ingin memeluk bulan, apalah daya tangan tak sampai. Niatnya ingin meliput hingga selesai dan mewawancarai beberapa narasumber Atlet dan artis, tetapi harus menyudahinya dengan berat hati karena ada Ujian di Kampus yang sudah menunggu.

Semoga saja dengan tingginya animo masyarakat untuk Sea Games 2011 ini, dapat terbayar dengan lunas ketika Atlet Indonesia dinobatkan menjadi Juara...!



1320472288304656790
Ade Rai saat memulai pawai obor Sea Games di Gedung Indosat
*     *     *


1320472440781912912
Aksi Jurnalisme Warga bersama Wartawan Profesional (Pak Dian Kelana agak tergopoh-gopoh dengan kamera ditangan)

*     *     *



13204725881060352701
Start Parade Obor Sea Games 2011
*     *     *



13204727131465017006
Narsis sebentar menjelang keberangkatan untuk meliput bersama Pak Dian dan Pak Yusef.
*     *     *



13204728591439286015
Beristirahat sejenak di bawah pohon rindang, sembari update perkembangan Kompasiana dan dukungindonesia.com...
*     *     *


132047301373548654
Melewati Di depan gedung Menpora

*     *     *


13204731481771816031
Di kawasan Senayan menuju Sudirman, Etape V

*     *     *



1320473275325385747
Melintasi Kawasan Sudirman, Etape VI

*     *     *




1320473373551666742
Rombongan Sepeda pengiring Obor Sea Ganes dan Pak Polisi yang sumringah saat difoto

*     *     *




1320473495510413861
Beberapa Petugas Keamanan Sedang Membuka Jalan, saat parade Obor tiba di kawasan Semanggi...

*     *     *



132047364512601368
Ramainya Parade Obor Sea Games dan Antusias Masyarakat untuk menyaksikan langsung dari Tangga Penyebrangan

*     *     *



13205559588567493
Sandra Dewi saat di Etape IX sebelum penyerahan obor
*     *     *



1320474340807764990
Beberapa Kendaraan Patwal Yang turut mengamankan Parade Obor Sea Games 2011
*     *     *



Jakarta, 05 November 2011 (15:00 wib)
- Choirul Huda (CH)
__________________________________________________________________
Foto: Dok. Pribadi
Note: Ayo Kita Dukung Indonesia Untuk Menjadi Juara Sea Games 2011...
__________________________________________________________________
Tulisan Parade Obor Sea Games lainnya:
- Indosat Persinggahan Obor Sea Games di Jakarta oleh Pak Dian Kelana.

- Tulisan ini dari Postingan di Kompasiana.com

- Ayo Dukung Indonesia Juara di situs resmi DukungIndonesia.com

- Sumber: www.indosat.com/

Sabtu, 03 September 2011

Serial Ramadhan: Lebaran Cuma Sehari, Sibuknya Berbulan-bulan...!S

Ayah, kenapa sih semua orang pada mikirin Lebaran? Teman-teman Imam pada sibuk beli baju baru.
Terus juga ada yang kebingungan mau pake sepatu apa.

Emangnya kalo Lebaran itu harus memakai pakaian yang (Serba) baru???

13141149431886416694
Suasana menjelang Lebaran
Suara adzan berkumandang di sebuah Musholla dekat perkampungan padat penduduk di ujung barat Jakarta.
"Ayo baca doa dulu sebelum buka puasa, jangan lupa minum teh manisnya baru makan nasi" Berkata Ayah Imam kepada anaknya sesaat setelah mendengar suara adzan.
"Alhamdullilah, akhirnya Imam kuat juga puasa hari ini. Padahal tadi siang, panasnya minta ampun Yah, mana di jalan banyak orang yang pada ngeselin lagi..." Imam terlihat ceria, setelah meneguk segelas teh manis hangat.
"Ya, itukan ujian Mam. Justru itu sebenarnya makna Berpuasa. Yaitu tidak hanya menahan Lapar dan Haus saja, tatapi juga harus kuat menahan Hawa Nafsu, termasuk Amarah..." Jawab sang Bunda menimpali.
"Gimana tadi, korannya laku semua ga Mam?" Lanjut Ayah Imam lagi.
"Lumayan Pak, cuma sisa sedikit. Oh ya, tadi Imam dikasih uang lima puluh ribu dari Koh Acong, katanya buat beli baju lebaran..."
"Wah, berterima kasih sekali kita sama Koh Acong. Ia orang nya baik banget, Beruntung kamu kerja di kios koran beliau" Jawab sang Ayah sembari menyendok nasi.
Didalam sebuah rumah petak berdinding kayu di sebuah gang kumuh, terdapat keluarga kecil nan bahagia sedang menikmati saat berbuka puasa. Ridwan sang Ayah sekaligus Kepala rumah tangga yang bekerja sebagai sopir metromini jurusan Pulogadung-Kalideres, nampak dengan lahapnya memakan hidangan berbuka. Disampingnya ada Heni, sang Ibunda Imam yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci di kompleks perumahan dekat tempat tinggal mereka. Bersama Safwah Adelia, adik Imam yang masih berusia 5 tahun terlihat sedang asyik menyeruput segelas teh.
Imam yang sekarang sudah kelas 5 SD memang anak yang rajin, dari kecil sudah membantu orang tuanya. Entah itu dagang Koran, jualan Pempek berkeliling kampung, juga terkadang jualan Petasan. Sungguh Suasana berbuka puasa yang sangat khusyuk, keluarga kecil dengan tempat tinggal yang juga kecil dan lauk berbuka yang sederhana. Hanya ada satu teko teh manis hangat, sebakul nasi, sepiring tempe orek dan beberapa butir korma. Menambah syahdunya waktu berbuka...


*  *  *

"Yah..." Ujar Imam membuka pembicaraan.
"Kenapa Nak?" Jawab sang Ayah.
"Imam bingung banget Yah, waktu di sekolah tadi teman-teman pada rame semua mikirin Lebaran."
"Lalu" Jawab sang Ayah pendek.
"Iya, Imam bener-bener bingung. Soalnya semua teman pada ribut mikirin buat baju lebaran, ada yang lagi kepusingan buat beli sarung, terus juga ada yang lagi mikirin buat beli baju Koko..."
Sang Bunda yang sedang makan, akhirnya menoleh ke arah Imam saat mendengar perkataan yang barusan lewat ini.
Tak lama kemudian Imam kembali melanjutkan,
"Ayah, kenapa sih semua orang pada sibuk mikirin Lebaran?
Teman-teman Imam pada sibuk beli baju baru.
Terus juga ada yang kebingungan mau pake sepatu apa.
Emang Kalo Lebaran itu harus memakai pakaian yang baru???"


*  *  *

"Tidak semuanya itu, Mam..." Jawab sang Ayah, setelah lama termenung mendengarkan keluh kesah anaknya.
"Lagian yang terpenting itu bukan Lebaran, tetapi Puasanya dan juga Zakat Fitrah. Percuma kan, kalo Lebaran pake baju baru, namun puasanya bolong-bolong." Ucap sang Ayah menjelaskan.
Kemudian sang Ibu pun turut bersuara, "Mam, benar kata Ayahmu itu, Lebaran ga hanya pakaian baru. Tapi Hati yang baru. Kalau kita mampu dan ada rezeki, bolehlah kita beli baju baru. Tapi kalau tidak ada uang, apa yang harus dibeli?. Lagian toh, pakaian kita yang lalu masih pada bagus, dan untuk Sholat Ied cukup saja dengan memakai baju Koko peninggalan tahun kemarin yang masih bersih, tidak harus baru" Jawab sang Bunda panjang lebar.
"Tapi, Ayah - Ibu, aneh juga ya. Kan Lebaran cuma sehari. Bahkan hanya 2 jam, dihitung dari jam 7 kita Sholat Ied hingga jam 9 selesai sungkeman keliling kampung, tetapi kenapa ya orang-orang pada sibuk memikirkannya dari bulan-bulan sebelumnya...?" Lanjut Imam dengan pertanyaan khas anak kecil nan polos.


*  *  *

Sementara itu, di salah satu Mall terkenal di jantung kota Jakarta.
Terlihat kawanan Abg sedang mencoba beberapa pakaian di salah satu butik kelas atas.
"Sher, lihat deh gaunnya bagus banget ya? Cocok ne dipake Lebaran buat sungkeman ke rumah Calon mertua" Kata salah seorang gadis remaja kepada kawannya.
"Hah, ga salah lo! Itu udah kuno, kaleee! Lagian modelnya, ih... Amit-amit banget, mirip yang dibeli pembokat gw di mangga dua..." Jawab kawannya sambil cengengesan.
"Tapi kan, serasi banget sama mukena yang Nyokap gw beliin.Udah gitu, ini lagi diskon 20%..." Gadis Abg yang sedang menjajal pakaian itu terlihat antusias sekali.
"Lo lihat deh, harganya. Cuma tiga ratus ribu...! Masak lebaran lo pake baju murahan kayak gitu, yang lebih mentereng dong. Biar bisa dilihat keluarga dan kawan-kawan semua. Lagipula, Lebaran itu Setahun sekali, jadi wajar dong kalo kita  terlihat mewah...!"


*  *  *





 * * * * * * * * Choirul Huda * * * * * * * *
___________________________________________________________________

Foto: ilustrasi Kompas.com
Note: hanya mewakili sedikit penafsiran, tergantung dari sudut mana membacanya...
___________________________________________________________________


Serial Ramadhan Lainnya:

- Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta menjelang waktu "Berbuka" Puasa...

- Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik

- 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...!

- Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I)

- Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran...

- Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah...

- Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama…

- Antara Lebaran, Leburan dan Liburan?





 
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Selamat Hari Raya IDUL FITRI 1432 H Mohon Maaf Lahir & Batin
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
 

Kamis, 01 September 2011

Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta Menjelang Waktu "Berbuka" Puasa…


Semrawutnya, Jakarta...


"Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga. Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa..."

Pukul 17:25 wib.
Di suatu jalan raya di daerah Senen, Jakarta Pusat.
Braak...!
"Anj**g lo! Punya mata lihat-lihat dong! Masak, mobil segini gedenya ga kelihatan. Liat ne, body mobil gw jadi penyok. Lo mesti, tanggung jawab!" Ucap pengemudi sebuah mobil sedan mewah, terlihat kesal sembari memaki saat mobilnya terserempet remaja yang mengendarai motor.
"Lagian siapa suruh, lo punya mobil ga maju-maju. Tuh lihat, udah hijau dari tadi. Bukannya jalan, malah berhenti!"
"Eh, sial lo. Tunggu..." Pengemudi mobil itu terlihat naik pitam, dan langsung bergegas melepas seat belt terus turun dari bangkunya untuk menghampiri sang pengendara motor.
Namun, sebelum melangkah keluar. Sang pengendara motor itu sudah tancap gas duluan.
Ngeeng, ngeeng...
"Bodo amat, gw buru-buru mau buka!" Sambil ngeloyor pergi meninggalkan pengemudi yang sedang marah itu, sang pengendara motor meninggalkannya seolah tanpa dosa.
Hanya tinggal pengemudi mobil yang cuma bisa mengelus dada, tak tahu harus berkata apa lagi. Sementara itu, dari arah belakang terdengar rentetan bunyi klakson pertanda mobilnya jangan melintang di tengah jalan.


*  *  *

"Wah, macet banget Bos. Kita lewat mana sekarang?" Ucap Wanto, sang sopir kepada Atasannya di persimpangan jalan Dewi Sartika.
"Yaah, To. Jam segini di Jakarta, mana ada yang tidak macet. Apalagi sekarang bulan puasa, orang-orang mau pada buka puasa. Mana ada yang mau ngalah..." Jawab Syamsudin dengan lugas. Atasan yang satu ini memang terkenal sabar, apalagi ia juga sedang puasa harus banyak-banyak menahan amarah.
"Apa bagusnya kita lewat jalan Condet saja Bos? Itu kan jalan kecil, siapa tahu aja ga begitu macet." Ujar Wanto memberikan alternatif kepada Syamsudin.
"Sama aja To, apalagi lewat jalan setapak itu. Malah yang ada kita terjebak macet, ga sempat Taraweh kita..."
Belum sempat Syamsudin melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dari arah depan terdapat sebuah angkot yang menyalip dan berhenti di tengah jalan.
Ngiiiiikkk....
Deru suara rem, memekakkan telinga. Kalau saja mobil mereka tidak ada Airbag, mungkin tubuh Syamsudin dan Wanto sudah mencelat keluar jendela.
"Astagfirrullah..." Dengan jantung yang berdebar, Syamsudin mengucap sembari menghela nafas.
"Sopir Bang**t!!!" Maki Wanto naik darah, langsung saja ia keluar dari mobil, meskipun dicegah oleh atasannya namun tetap tidak mempan.
Biasanya Wanto selalu menurut apa kata Syamsudin, namun untuk yang satu ini karena kelewat kesal. Maka ia sama sekali tidak mengindahkan ucapan atasannya itu. Malah sambil menarik kerah baju sang sopir angkot, kemudian ia memberikan ketupat bengkulu yang bertubi-tubi terhadap sopir yang juga masih muda. Hingga terjadilah perkelahian ditengah jalan saat tujuh menit lagi menjelang buka puasa...


*  *  *

"Ah, To. Kenapa ga mau sabar, padahal sedikit lagi sudah mau buka, sia-sia saja kamu menahan lapar dan minum dari subuh, kalau akhirnya tidak bisa mengendalikan hawa nafsu." Berkata Syamsudin kepada Wanto, setelah perkelahian dilerai oleh massa.


*  *  *

Beberapa hari kemudian.
"Yah, Aris mau ngabuburit dulu ya. Ntar pulangnya kalo udah mau buka"
Berkata, Aris kepada ayahnya.
"Hati-hati, jangan ngebut. Lihat kanan kiri kalau mau belok" Jawab Sopian menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan.
"Iya", sahut Aris sembari keluar dari gang rumahnya berbarengan dengan rombongan kawannya untuk berkeliling Ngabuburit.


*  *  *

13140257551334368629
Macet, macet, dan macet...
Tidak berselang lama, di tikungan depan sebuah Pusat perbelanjaan besar di kawasan Tanah Abang.
Hampir saja sepeda motor miliknya menyerempet sebuah truk, kalau saja tidak membanting stir. Mungkin motor beserta Aris sudah tidak remuk menjadi perkedel. Kawan-kawan Aris langsung mengerubuti sang sopir, terlihat sang sopir yang sudah berumur tampak keheranan mengerutkan kening.
"Pak, pelan-pelan dong bawa mobilnya. Gimana ne, teman saya jadi lecet semua" Berkata salah satu kawan Aris menuding kearah Bapak Sopir.
"Lho, kok saya yang disalahin? Sudah jelas kalian yang pada ngebut, di jalan raya kok bawa motor ugal-ugalan. Untung saja saya keburu membanting stir, kalau nggak..." Sahut sang Bapak Sopir dengan sabar.
"Kami bukannya ngebut Pak, tapi lagi mengejar waktu buat berbuka puasa..." Akhirnya Aris menjawab lirih menahan sakit, sembari merangkak bangun dengan dipapah kedua temannya.
Sopir tua itu hanya bisa menggelengkan kepala, setelah termenung sejenak akhirnya ia berkata:
"Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga.
Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa...
Semua orang juga pengen cepat-cepat buka, tapi bukan begini caranya. Lihat akibat ulah kamu, semua kena dampaknya Truk saya jadi nyungsep ke pembatas jalan. Tadinya rencana kamu buka puasa dirumah, akhirnya malah buka puasa dijalan. Dan juga harus mempertanggung jawabkan kelakuan kamu, kepada pihak yang berwajib karena telah membuat kemacetan..."


*  *  *

Dari jauh, terdengar sayup-sayup suara Adzan menggema di pinggir jalan...

*  *  *



* * * * Choirul Huda * * * *
___________________________________________________________________

Foto: diambil via Kompas Images 1 & 2
Note: Hanya sedikit pengalaman pribadi, tidak lebih...!
___________________________________________________________________

Serial Ramadhan Lainnya:
- Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik
- 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...!
- Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I)
- Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran...
- Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah...
- Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama…





 
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Selamat Hari Raya IDUL FITRI 1432 H Mohon Maaf Lahir & Batin
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
 

Minggu, 21 Agustus 2011

Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK Yang Mudik

"Emangnya mentang-mentang bulan puasa, kami harus istirahat selama sebulan penuh,  mau makan apa? Lalu kalo kami ga kerja, buat beli baju lebaran anak, terus dananya dari mana? Pemda yang ngasih!!!" Jawab Mbak G dengan nada yang tinggi."
* * *

13137850031918291050
Sebuah pemandangan indah di Jalan raya di sudut Jakarta

Setelah berkunjung  ke rumah teman di daerah Semanan, Kalideres. Saya  dan tiga orang kawan memutuskan untuk pulang ke rumah, kebetulan malam sudah larut sekitar pukul 03 wib, Menjelang sahur tiba. Bersama ketiga orang kawanku, kami rombongan melewati daerah Pesing, Jakarta Barat.
Saat belok kanan ke arah jalan Tubagus Angke, saya mendapatkan suatu "pemandangan" diantara gelapnya malam. Ternyata banyak juga, wanita penjaja seks komersial yang sedang berdiri menantikan kedatangan pria hidung belang. Tepat saat melewati Jembatan Genit, motor kawan yang berada di depan perlahan-lahan mulai berhenti. Tatkala itu dengan heran saya bertanya, kenapa malah berhenti disini, tapi dengan santainya kawan tersebut menjelaskan bahwa ia hanya mencari angin saja, sembari mengopi. Lagipula, imsaknya masih 2 jam lagi, jawabnya.
Karena yang lain pada setuju, lagian tidak enak kalau saya memutuskan pulang sendiri. Masak, pergi bareng, pulangnya pada misah. Akhirnya dengan berat hati, dan deg-degan takut ada razia (terutama massa dan satpol pp) kami ngopi dan nongkrong bareng di emperan jalan dekat bantaran kali.

*  *  *
Tak lama berselang, datanglah seorang wanita dengan pakaian berwarna merah yang terlihat seksi (namun wajahnya tidak begitu tampak, karena saking gelapnya). Dengan tertawa, ia menanyakan kepada kami berempat apakah ada yang ingin "main"...
Kaget, bingung dan saling celingukan diantara kami semua, karena memang niat awalnya hanya sekadar untuk mengopi dan duduk-duduk saja, meskipun dalam hati sekalian ingin cuci mata.
Kemudian salah seorang kawan saya, berinisiatif untuk menawarkan sebatang rokok mild dan juga segelas kopi kepada wanita itu. Namun ia tertawa terkekeh saat ditawari kopi, ia malah mengambil sebotol minuman bersoda sembari menyalakan sebatang rokok yang dikasih kawan saya itu.
Dengan menghisap dalam-dalam rokok mildnya, kemudian wanita tersebut yang mengaku bernama "G" kembali menanyakan kepada kami bahwa diantara kami berempat ada yang mau "ditemani" atau tidak. Dengan sedikit berbohong, kawan saya yang satu mengatakan bahwa ia sedang menunggu seseorang dan belum berniat. Namun dengan gayanya yang genit dan menggoda, wanita itu malah bilang itu sudah basi...

*  *  *
Terus, terjadilah dialog diantara kami berempat dengannya.
Kawan 1 : "Mbak, kok tumben sih sepi, emangnya yang lain pada kemana?"
G: "Yah, begitulah Mas. Kalau bulan puasa memang disini agak sepi, beda dibandingin hari biasa. Sampe-sampe berderet panjang disekitar jalan ini."
Kawan 1 : "Oh..."
Kawan 3 : "Emangnya udah pada mudik ya Mbak?" Kawan saya yang lain menimpali.
G: Iya, sih sebagian udah pada pulkam. Tapi ga juga, soalnya yang lain pada takut ada razia, apalagi kalo bulan puasa mah sangat gencar-gencarnya, ga cuma satpol pp aja, tapi dari Ormas juga banyak. Makanya kita-kita (sebutan bagi G dan kawan seprofesinya) banyak yang takut dan lebih milih mudik.
Kawan 3 : "Mudik? Enak dong, Berarti mereka pada istirahat di kampung ya?"
G : "Enggaklah! Emangnya mentang-mentang bulan puasa, kami harus istirahat selama sebulan penuh,  mau makan apa? Lalu kalo kami ga kerja, buat beli baju lebaran terus dananya dari mana? Pemda yang ngasih!!!" Jawab Mbak G dengan nada yang tinggi.
Melihat perubahan yang drastis dari wajahnya, kemudian aku mengalihkan perhatian Mbak G agar tidak sewot kepada pertanyaan kawanku itu yang polos.
Saya : "Mbak asalnya dari mana, ngedenger logatnya seperti..."
G: "Saya berasal dari Indramayu, pasti sering dengar kan?"
Saya : "Oh, iya iya... Terus teman-teman Mbak yang lainnya?
G : "Sama sih, banyak juga yang satu daerah sama saya, juga banyak yang dari timur"
Lalu ia berkata "Bentar ya, Mas. Ntar saya balik lagi"
Mbak G kemudian beranjak untuk menghampiri seorang pengendara sepeda motor yang berhenti tidak jauh dari tempat kami duduk.

*  *  *
Tidak lama berselang, kemudian Mbak G sudah berada didekat kami dengan kawannya yang terlihat agak sedikit berumur, ya sekitar 30an.
Kawan 1 : "Gimana, Mbak? Kok ga jadi"
G : "Tau tuh orang, nawarnya pelit bener udah murah juga, eh masih mau yang lebih murah lagi. Emang dia pikir punya gw ini aset milik negara apa...!"
Kami tertawa bareng, mendengar perkataan terakhir dari Mbak G itu.
Terus, teman Mbak L yang baru datang ikutan menimpali. "Yah, lo sih semua kesini cuma duduk-duduk doang, males gw nemenin orang yang ga ada duitnya. Gw cabut dulu ya, G..."
Kawan saya yang dari tadi diam saja, ikutan komentar,
Kawan 2 : "Kenapa tuh Mbak, kayaknya sewot amat. Padahal Mbak G aja yang dari tadi ga apa-apa ya."
G : "Tau lah, mungkin dia lagi kesel aja. Dari tadi belum dapet pelanggan. Makanya dia bete ngeliat gw cuma nongkrong sama lo pada."
Kawan 1 : "Emangnya, Mbak sudah dapet berapa...?"

*  *  *
Akhirnya dari mulut Mbak G, ia bercerita tentang profesi yang dia lakuin selama ini. Soal bagaimana ia mendapatkan uang perharinya, terus disetorkan sama siapa saja. Resiko dikejar-kejar aparat karena razia, ditipu mentah-mentah oleh pelanggannya. Kemudian juga soal teman-temannya yang pada mudik dikampung, alih-alih istirahat selama puasa, malah melanjutkan di sepanjang jalur Pantura, warung remang-remang...
Dan juga tentang bagaimana, selama di bulan puasa ini, meskipun tidak berkerja sebulan penuh, namun pontang-panting harus tetap menyisihkan uang untuk keluarganya di kampung agar anak dan saudaranya bisa membeli baju lebaran dan memasak ketupat...
Tak terasa saat melirik jam, sudah lewat pukul 04. Meskipun seru dan menarik, tapi sudah mau Imsak. Dan juga, mau ga mau, perbincangan ini harus disudahi.
Akhirnya, kami beranjak pamit kepada Mbak G. Tak lupa, kawan kami yang tadi disemprot (kawan 3) menyepalkan selembar uang kertas berwarna biru sebagai pengganti uang ngobrol.
Dengan senyum yang terlihat menawan, Mbak G mengucapkan terima kasih dan berpesan supaya kami sering-sering mengobrol dengannya?

*  *  *

...terpisah dari ramai, berteman nyamuk nakal

dan segumpal harapan
kapankah datang tuan berkantong tebal...

habis berbatang-batang tuan belum datang
dalam hati, resah menjerit bimbang...
apakah esok hari
anak-anakku dapat makan...
oh Tuhan, beri setetes rezeki
dalam hati yang bimbang berdo'a
beri terang jalan anak hamba
kabulkanlah, Tuhan...




*  *  *

Dijalan, saat melewati daerah Jembatan Dua, dekat sebuah Lokalisasi terbesar di barat Jakarta. Kawan saya yang satu, melirik kepada kami dengan tatapan penuh arti. Namun aku hanya menggeleng saja, sebab sudah cukup petualangan malam ini. Lagipula saatnya makan sahur, sebelum waktunya Imsak.
Karena tidak dapat respon dari kami bertiga, kawan saya yang nomor satu mengusulkan agar esok malamnya berkeliling ke daerah Hayam Wuruk dan Mangga Besar. Kami hanya geleng-geleng kepala, melihatnya. Tidak mengiyakan, namun juga tidak menolaknya...

*  *  *

Sebuah kisah getir dari seorang wanita berinisial G:
Ah, bukankah mereka juga mempunyai hak untuk merayakan Idul Fitri
Dan juga memiliki tanggung jawab yang berat,
Harus membelikan pakaian untuk Anak serta keluarganya di kampung...
*  *  *

[Telkomsel Ramadhanku]

* * * * * * * * Choirul Huda * * * * * * * *
_____________________________________________________________________
Foto: diambil via Google
Lirik Lagu: Doa Pengobral Dosa (Iwan Fals)
Note: Hanya sekadar catatan, tidak lebih!
_____________________________________________________________________

Antara Sepucuk Surat Cinta (Jadul), dan Sebuah Kenyataan...

...

ah, duka dihatiku

mengapa tiada orang lain,

karena Dikau;
aku "bersenandung" hingga kini...

______________________
Dari Seorang Pengagummu
Jakarta, 07 Mei 2011
* * *

                     13132543631869777435
hanya sebuah surat cinta usang nan jadul
...
Ha ha ha
Vino tertawa terbahak-bahak saat melihat sebuah surat yang dirampasnya dari Indera. Seakan tak percaya pada apa yang dilihatnya, kemudian Andi berseru "Hari gini, buat nembak cewek masih pake surat? Inget Kawan, ini udah abad 21, abad teknologi, zamannya Mbah Google berkuasa!" Indra hanya termangu menyaksikan kelakuan Vino yang kurang ajar itu.
"Kalo lo nembak Mira via Sms atau Email aja, gw udah merasa lucu tapi ini masih pake surat, dasar Orang jadul sok melankolis...!" Andi terus mencerca Indra.
"Vino, biarkan surat itu lo kasih sama Indra, ngapain lo pusing-pusing buat melihat apalagi memebacanya. Toh, itu bukan hak lo!" Seru Mira dengan wajah muram melihat kelakuannya.


* * *

Sore itu di sebuah pelataran sebuah kampus swasta nan bergengsi di sudut pusat jakarta, terdapat tiga orang saling bertemu; Vino, Indera dan Mira sang gadis pujaan mereka berdua.
Memang, Mira terkenal sebagai gadis idaman semua laki-laki, baik itu mahasiswa dikampusnya maupun teman-teman didaerah rumahnya. Ia cantik, baik hati, supel dan juga tidak pernah marah menjadikan banyak kaum Adam yang senang mendekatinya. Apalagi saat melihat Mira tersenyum dengan sebuah lesung pipit yang indah, membuat jantung kaum Adam berdebar debar melihatnya.
Diantara sekian banyak pria yang mendekati, hanya Vino yang terlihat begitu gencar. Maklum Vino adalah seorang pemuda yang tampan, Ayahnya pejabat terkenal di Jakarta dan juga Ibunya seorang Pengusaha Butik mewah. Ditunjang kelebihan itu, membuat Vino merasa punya tulang punggung yang kuat untuk mendekati Mira, apalagi ia sendiri adalah seorang Mahasiswa yang lumayan cerdas dan banyak pergaulannya.
Namun, setelah mendengar desas-desus bahwa Indra juga menyukai Mira, ia menjadi naik pitam. Apalagi saat menyaksikan Indra memberi Mira sebuah surat, ya Surat Cinta...!


*  *  *

Vino terlihat kurang senang melihat Mira membela Indra, "Kenapa lo memperhatikan surat jadul ini? Sedangkan sms, email dan saat chatting yang gw lakuin ga pernah sedikitpun lo balas. Giliran cuma surat sampah yang ga ada artinya ini lo malah suka...."
"Vin, gw sebenarnya respek sama lo. Bukannya gw ga mau balas cinta lo selama ini, namun ini semua butuh waktu" Ujar Mira datar.
"Sudah berbulan-bulan gw ngedeketin lo, namun tetap aja ga ada respon dari lo! Giliran cuma sebuah surat jadul aja, lo langsung ngerespon. Padahal apa kelebihan Indra dibanding gw? Gw punya segalanya dibandingkan Indra...!" Vino mendengus sambil matanya memandang sinis kepada Indra.
Dengan dingin Mira mengatakan;
"Memang dibanding Indra lo punya banyak kelebihan, namun (menurut gw) lo juga punya satu kekurangan; yaitu Gw sama sekali ga mencintai lo!"
Kemudian, sambil tersenyum manis ia menambahkan,
"Dan untuk Indra, meskipun hari gini masih mengirim surat jadul namun bagi gw dia mempunyai satu kelebihan yang orang lain ga punya, yaitu: Gw sangat mencintainya..."


*  *  *

Bertolak belakang reaksi antara kedua pria yang saling mencintai Mira,
antara raut kesal karena cintanya ditolak dan
wajah sumringah karena sebab sepucuk surat cinta membuat luluh pujaan hatinya.


*  *  *

Jakarta, 19:00 wib
Di sebuah cafe yang terletak di daerah Kemang, di sudut selatan Jakarta terlihat sepasang muda-mudi sedang akrab berduaan. Berselang tidak lama kemudian, sosok pria itu menggumam "hanya sepucuk surat cinta yang jadul", kemudian dengan mata sayu sang wanita juga mengatakan " ya, surat cinta jadul, namun itulah cinta..." dengan suara yang mendesah lirih...
Entah apa yang dipikirkan mereka berdua, dan entah apa yang mereka berdua pikirkan selanjutnya.

*  *  *


 * * * * * * * * Choirul Huda * * * * * * * *
____________________________________________________________________


Ditulis Oleh : Choirul Huda (114)
Ilustrasi dari : Lintas Berita
____________________________________________________________________




Untuk membaca hasil karya para peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke akun  Cinta Fiksi dengan judul postingan: “Inilah Malam Perhelatan & Hasil Karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana“.


17 Agustus: Hari Kemerdekaan Indonesia yang Rakyatnya Sama Sekali Belum Merdeka...!

HUT RI ke 66




Suatu pagi yang tenang di jalan raya daerah segitiga Kuningan, areal yang terkenal elit dan salah satu wilayah terpenting di pusat Jakarta.
Terlihat Sang Saka Merah Putih melambai dengan irama yang teratur, tak tergoyahkan oleh hembusan angin dan tetap terlihat wibawa, apalagi bertepatan dengan "hari" jadinya.
Bendera merah putih begitu anggun terlihat, diantara deretan gedung mewah nan eksotis...
Namun, tepat di seberang sudut bawahnya tampaklah "wajah asli" Indonesia yang sebenarnya.
Kaum Pengemis dan anak-anak jalanan tampak tak perduli, apakah ini memang hari kemerdekaan negaranya atau bukan.
Mereka sama sekali merasa belum merdeka!
Toh, sejak Kakek-Nenek mereka hidup hingga sekarang, mereka masih menjadi kaum terpencil diantara deretan manusia yang merasa sudah merdeka.
Bagi mereka, Merdeka adalah mimpi belaka.
Untuk mereka, Merdeka hanyalah bualan kosong.
Kata mereka, Merdeka itu hanyalah deretan huruf yang tak bermakna.
dan, mereka bilang:
Merdeka itu hanyalah Janji-janji surga yang berhembus diantara kehidupan nyata yang mereka alami sekarang.
Sudah 66 tahun lamanya Indonesia Merdeka, namun...


1313611096424020807
Lambaian Sang Saka Merah Putih...

*  *  *

Ah, ternyata bagi mereka Kaum pinggiran, pengemis, anak jalanan serta banyak rakyat lainnya dan juga untuk diriku sendiri.
INDONESIA SAMA SEKALI BELUM MERDEKA!
Hut RI yang ke 66 hanyalah slogan belaka.
Hari ini (17 Agustus) maupun hari yang sama pada bulan agustus di tahun-tahun sebelumnya maasihlah sama, seperti hari biasa.


*  *  *

Toh, gimana mau bilang merdeka
Kalau untuk makan sehari-hari saja mereka kepayahan
Bagaimana sudah Merdeka,
Setiap barang yang Kami pakai selalu bertuliskan "Made In (Luar Negeri)"
Bagaimana sudah Merdeka,
Kalau lalu lalang jutaan kendaraan di jalan raya
Adalah buatan negara lain
Bagaimana sudah Merdeka,
Ternyata kebutuhan sehari-hari (beras, kacang kedelai untuk tempe, gula, garam, dll)
Masih juga didatangkan dari negara lain
Bagaimana sudah Merdeka
Toh, semenjak belia mereka disuguhi tontonan film dari luar negeri

Bagaimana sudah Merdeka

Sedang untuk mereka, bahkan buat diriku sendiri, masih memakai produk luar
Seperti (Laptop dan isinya, Televisi, Sepeda motor, bahkan untuk urusan yang remeh sekalipun: Gunting Kuku, ternyata produk Luar Negeri!)

*  *  *

Ah,
Ternyata memang benar, Merdeka itu hanya slogan semata...
Bualan kosong para pejabat untuk rakyatnya
Janji-janji Surga para Elit Politik
Gembar-gembor belaka yang diagulkan media massa untuk menarik minat pembacanya...
(Mungkin) aku lebih respek dengan kaum jelata seperti mereka
Yang Tidak perduli, apakah Negara ini sudah merdeka atau belum
Tetapi mempunyai Inisiatif dan realitas yang nyata untuk negara ini
Seperti beberapa orang pengemis yang acuh tak acuh dengan kemerdekaan
Namun rela berpeluh keringat membersihkan selokan parit  yang mampet didepan sebuah gedung mewah
Atau sama seperti para pemulung, yang merasa belum Merdeka
Tetapi dengan penuh tanggung jawab menyingkirkan kerikil dan batu serta pecahan beling dijalan raya untuk dilewati kendaraan orang-orang yang (merasa) sudah merdeka.



1313611825749339323
(mungkin) hanya bendera semata yang merdeka, tidak lainnya!

*  *  *

Suatu siang yang sangat terik, di samping rel depan sebuah gedung percetakan terbesar di Indonesia
Tampak beberapa orang terlihat sibuk membersihkan jalan raya dari banyaknya sampah
dan terlihat juga, seorang Bapak Tua menyusuri pinggiran rel kereta api untuk sesuap nasi
Padahal dari atap gedung  itu, berkibar Bendera Merah Putih yang melambai
Andai kata, sang bendera itu bisa bicara
Tentu ia akan berteriak:
Apakah benar, Negeri ini sudah Merdeka?


*  *  *



* * * * Choirul Huda * * * *
_____________________________________________________________________
Foto: Suara Pembaruan
Note: Merdeka, atau Tidak Sama Sekali!
_____________________________________________________________________