Sabtu, 26 Maret 2011

Seri Wayang II - Wisanggeni (Membunuh Batara Kala...)

...Ayah Bunda tercinta satu yang tersisa
mengapa kau tiupkan nafasku ke dunia
hidup tak ku sesali mungkin ku tangisi
ku ingin rasakan cinta;

"semakin jauh ku melangkah, semakin perih jejak langkahku
hariku pun semakin sombong, meski hidup terus berjalan"
terus berjalan...

* * *


1301089360210211789
Batara Kala 
Batara Kala, segera bangkit dan menyeringai kepada Wisanggeni. Dengan tertatih-tatih kemudian ia mendekati Wisanggeni sembari tersenyum sinis.
"Oh ini toh, yang telah membikin goro-goro di Jonggringsalaka? Pantas dari tadi hawa aneh yang bau terpancar dari tubuhmu yang kecil dan dekil". Ejek Batara Kala.

Sementara Wisanggeni hanya diam tak bergeming, saat diejek. Ia hanya mendongakkan kepala sambil memandang jauh keatas langit. Seolah-olah tidak mendengar perkataan Batara Kala.

Batara Guru langsung menengahi, "sudahlah Kala, jangan Engkau berbuat onar lagi. Disini sedang ada pertemuan antara Aku dan Wisanggeni, anak dari Penengah Pandawa. Lebih baik engkau kembali saja ke kediamanmu di Gondomayit sana..."

"Aku menolak, aku ingin tetap berada disini untuk memastikan apakah anak yang masih bau kencur ini bisa membuat onar di Khayangan sini" sahut Batara Kala enteng.

"Batara Kala, aku perintahkan kau untuk kembali ke kediamanmu sekarang. Titik" bentak Batara Guru.

"ha ha ha, wahai Ayahanda tercinta, janganlah mencoba untuk menakutiku. Aku bebas untuk bertemu dengan siapa saja dan tidak ada yang bisa melarangnya. Termasuk Engkau, Ayahanda tercinta, Ibuku, serta saudaraku yang paling "sakti mandraguna", Indra. Jadi, aku merdeka".

"Terserah kau sajalah, yang terpenting sekarang ini jangan kau memancing di air keruh" gumam Batara Guru sembari menghela nafas.

"Lagipula, jangankan satu orang Wisanggeni yang hanya keturunan dari Pandawa. Bahkan Pandawa Lima saja, dapat aku kalahkan dengan mudah. Dan kalau saja tidak ada si Tukang Usil Kresna, mereka sudah kulumat hidup-hidup. Jadi apalagi yang kutakutkan?"

Wisanggeni hanya tersenyum tatkala Batara Kala, bicara dengan Batara Guru. Dan ia kemudian buka suara, "Wahai Batara Kala, dari tadi kau selalu menyebut tentang kelemahan Pandawa dan mengagungkan dirimu sendiri. Sekarang aku ingin bertanya, diantara kau dengan Sri Kresna, manakah yang lebih kuat?"

Tersentak Batara Kala saat mendengar tentang Sri Kresna, dengan wajah merah padam ia tertawa nyaring hingga menggetarkan seluruh khyangan Jonggringsalaka.

"Ha ha ha, kau bilang tentang Sri Kresna, si tukang usil itu? Aku tidak takut kepadanya, kekuatan kami seimbang, meskipun ia lebih cerdas tapi aku rasa dapat menandinginya. Hanya ketiga kekuatannya yang membuat aku sedikit gentar..."

"Huh, pasti kau kepikiran tentang Tiwikrama darinya, Senjata Cakra yang maha dahsyat itu, serta BungaWijaya Kusuma itu bukan! Tak kusangka, engkau sebagai Dewa Kegelapan bisa takluk menghadapi seorang manusia titisan Batara Wisnu!!! Ha ha ha" Wisanggeni, tertawa nyaring dengan terbahak-bahak, hingga sedikit menggetarkan khayangan, bahkan singgasana Batara Guru ikut bergoyang saking kencangnya suara teriakan tersebut".

Kaget juga Batara Kala, menyaksikan kekuatan yang maha dahsyat yang dipamerkan Wisanggeni. Bahkan kakinya sampai gemetaran saking menahan paniknya.

Para Dewata yang mendengar langsung juga tak kalah panik dan gempar, dalam anggapan mereka teriakan Batara Kala yang dahsyat saja masih bisa dikalahkan oleh teriakan Wisanggeni, begitu juga apabila mereka berdua bertempur, pasti Wisanggeni akan lebih unggul. Dalam pemikiran para Dewa yang sebagian egois, merasa siapapaun yang menang tidak akan merubah keadaan karena sama-sama akan mengacaukan khayangan. Tapi dalam hati mereka masing-masing berkata, bahwa mereka mendoakn semoga Wisanggeni dapat mengalahkan Batara Kala agar ia Batara Kala tidak sombong lagi terhadap mereka, dan segera kembali ke Gondomayit. Tapi konsekuensinya, mereka akan berhadapan dengan suatu makhluk, yaitu manusia setengah dewa yang sangat sulit dikendalikan...

* * *



Batara Kala kemudian menyeringai dengan mata yang melotot besar, "Ha ha ha, Wisanggeni kau salah menilaiku. Kau hanyalah anak kemarin yang secara tidak sengaja mendapatkan anugerah dari Dewata. Bahkan Gurumu, Batara Antaboga tidak pernah bersinggungan denganku, begitu juga dengan Batara Baruna, kami bagaikan air sungai dengan air sumur, yang tidak saling mengaliri. Sama sekali tidak pernah mengusili satu sama lain, tapi kau yang hanya cecoro berani berbuat sombong dihadapanku? Aku ingin menguji sampai dimana kehebatanmu yang selama ini digembar-gemporkan jagad".

Kemudian dengan gerak cepat tangan Batara Kala langsung memukul wajah Wisanggeni. Plakk...
Bunyi yang kencang dari suara pukulan Batara Kala tepat mengenai pipi kanan dari Wisanggeni, tapi anehnya yang dipukul malah diam saja tak bergeming. Hanya mengusap sedikit pipi dengan telapak kanan.

"Hmm, untuk saat ini aku hanya ingin mendapatkan jawaban darimu, sementara tidak ingin meladenimu. Dapatkah kau menjawab pertanyaanku tadi, wahai penguasa kegelapan...?"

Memerah muka Batara Kala saat mendengar sindiran dari Wisanggeni. Kemudian ia menjawabnya "Kau memang lain daripada yang lain, tubuhmu tidak mempan segala pukulan dan racun, padahal jangankan manusia, Dewata saja kalau terkena tamparanku akan mengalami kesakitan yang parah. Tetapi kau sama sekali tidak berpegaruh. Hebat. Sekarang aku akan menjawab pertanyaanmu agar kau puas sebelum mati dipukulan ku yang ketiga ini". Kemudian ia melanjutkan lagi.

"Memang benar apa yang kau katakana barusan, sejujurnya di jagad raya ini, selain Ayahanda dan Ibunda, hanya tiga makhluk saja yang kemampuannya sangat kumalui. Yaitu Sri Kresna, sebagai titisan Wisnu, Sanghyang Antaboga dan Sanghyang Batara Surya. Hanya ketiga orang itu, untuk yang lainnya aku sangat memandang remeh. Bahkan Kakanda penguasa Khayangan, Batara Indra pun aku sama sekali tidak memandang mata kepadanya..."

"Hmm..." Batara Indra hanya mendengus kecil ketika namanya disebut.

"Ha ha ha, cukup sudah sandiwaramu itu Batara Kala, sekarang aku akan menuntut balas tentang lakonmu yang sangat menjemukan itu" dengan beringsut mundur, Wisanggeni bersiap-siap untuk menyerang Batara Kala. Sementara itu Batara Guru, Batara Brahma, dan Batara Narada juga hanya sanggup untuk menyaksikan suatu pertarungan yang seru ini tanpa ada yang merintanginya. Begitu juga dengan Dewata yang lain, mereka mundur beberapa tindak untuk memberikan tempat yang luas bagi pertarungan dua tokoh terhebat ini.

Sesuai dengan sifatnya yang licik dan tak mau kalah, maka Batara Kala langsung mengambil inisiatif untuk menyerang Wisanggeni terlebih dahulu. Tapi sekarang Wisanggeni sudah bersiap sedia, sambil menghindar terjangan Batara Kala, ia melompat ke atas wuwungan Istana. Dan ketika, serangan Batara Kala mengenai tempat kosong langsung saja di tendang balik oleh Wisanggeni tepat dibawah pundak belakan Batara Kala. Brakk...

Bunyi amblas lantai tempat mereka berpijak, saking tidak kuat menahan beban berat tubuh Batara Kala yang jatuh terjerembab. Saat hendak bangkit, oleh Wisanggeni kemudian ditambahkan dengan sebuah tancapan kuku yang sangat tajam, tepat mengenai leher Batara Kala.

Croot...

* * *

Darah memuncrat kemana-mana, hingga hampir mengenai seluruh ruangan istana. Para Dewata segera menyingkapkan lengan untuk melindungi tubuh mereka dari cipratan darah. Bukan apa-apa,  Karena para dewata tahu bahwa seluruh tubuh Batara Kala mengandung bisa yang sangat luar biasa, apalagi darah yang menjadi intisari racun tersebut. Batara Kala kesakitan mengerang panjang, sambil memegangi lehernya yang berlobang 10 bagian bekas tusukan jari Wisanggeni.

"Haaah, sialan kau benar-benar membuatku murka, anak kecil. Sekarang terimalah pembalasanku ini!" dengan limbung, Batara Kala siap menyerang Wisanggeni dengan kekuatan penuh. Tubuhnya yang tinggi besar seakan hendak menelan Wisanggeni yang hanya seukuran manusia biasa.

"Hupp, kena kau. Kali ini akan aku lumat habis tubuh dekilmu dan akan aku jadikan sarapan makan malam ku. Ha ha ha" tertawa Batara Kala, saat menangkap Wisanggeni. Tapi anehnya Wisanggeni seakan tidak merasakan apa-apa, hanya terdiam tak bergerak.

"Pertama-tama akan aku putuskan tanganmu yang dekil lagi bau ini, ha ha ha" dengan menyeringai Batara Kala membetot kedua tangan Wisanggeni dengan mudah. Memang ukuran keduanya berbeda jauh, maka itu seperti boneka yang tak berdaya Wisanggeni dipermainkan oleh Batara Kala.

"Breet..." bunyi pakaian robek dari Wisanggeni yang tak kuat menahan ketajaman kuku Batara Kala.

"Hiih, uoooh" teriak Batara Kala, sekuat tenaga hendak membetot tangan Wisanggeni hingga dua bagian. Anehnya bukannya terputus, malah tidak bergeming sama sekali.

Ditarik lagi dengan sekuat tenaga, masih juga tidak mau. Akhirnya Batara Kala, kesal. "Duh,, bocah sialan mengapa tanganmu tidak terputus, padahal badanmu sangat enteng. Kalau memang begitu adanya, sekarang akan aku pisahkan kepalamu dari tubuhmu yang jelek ini"

Mendengar Batara Kala, hendak memutuskan kepala Wisanggeni. Para Dewata menjadi geger, riuh ricuh mereka menyarankan Batara Kala agar mengurungkan aksinya, karena akan mengotori Khayangan ini. Hanya Batara Guru, Batara Narada dan Batara Brahma yang terdiam, karena ketiganya menyadari akan kekuatan tersembunyi dari Wisanggeni yang belum dikeluarkan.

Wisanggeni hanya tersenyum simpul, saat mendengar Batara Kala hendak membunuhnya. Ia malah mengejek Batara Kala, "Hai Raksasa kegelapan yang pandir, andai kau bisa membunuhku, maka akan aku anugerahkan kedudukan Jonggringsalaka ini kepadamu menggantikan si kakek bau Batara Guru. Hayo lakukanlah, jangan banyak bicara. Atau kalau kekesalanku sudah memuncak, bukannya kau yang membunuhku, yang ada adalah aku yang akan mengakhiri riwayatmu itu. Ha ha ha"

Panas hati Batara Kala saat mendengar ejekan dari Wisanggeni. Dengan cepat ia langsung berusaha membelah leher  Wisanggeni. Tapi lagi-lagi tidak terjadi suatu apapun, bagaikan batu karang yang kokoh, tubuh Wisanggeni hanya diam tak bergerak seolah tidak sedang menerima suatu siksaan.

Akhirnya dengan frustasi, Batara Kala membanting tubuh Wisanggeni ke lantai.

"Brakk..."

Tapi bukannya jatuh terjerembab, Wisanggeni hanya berdiri dengan acuh tak acuh. Memalingkan wajahnya dari Batara Kala. Seakan tidak memandang mata barang sekejap pun kepada Dewa Kegelapan itu.

Kesal hati Batara Kala, karena selama ia hidup baru kali ini ia merasakan ketidak berdayaan melawan musuh. Apalagi lawannya hanyalah seorang manusia dari keturunan Pandawa yang seharusnya menjadi mangsanya sehari-hari.


13010903341202844193
Batara Kala versi Jawa

Akhirnya, ia berkata "Cih, Wisanggeni. Tubuhmu benar-benar kebal segala macam senjata maupun racun, tapi jangan senang dulu. Karena aku akan membunuhmu saat..."

Sebelum ia meneruskan perkataannya lagi, dengan gerak melebihi kilat Wisanggeni menyerang kea rah pusar Batara Kala hingga meyelusup bolong melewati tubuh raksasa itu.

"Bless..."

Dari tangan Wisanggeni memegang suatu jantung yang masih berdenyut, Batara Kala hanya terdiam sesekali mengerang tak berdaya. Dan kemudian ambruk...

Para Dewata hendak mendatangi tubuh Batara Kala yang masih tersisa sedikit kehidupan, walau samar-samar. Tetapi terhalang oleh pusaran angin dari dalam tubuh Wisanggeni yang membuat mereka tidak bisa mendekatinya. Bahkan seorang Batara Bayu, sang Dewa angin tak kuasa untuk menangkal kekuatan angin yang maha kencang melebihi taufan itu.

"Ha ha ha, barang siapa yang hendak melangkah menuju tubuh Buto ini barang sejengkal pun, akan mengalami nasib yang sama dengan dia". Sambil menunjuk kepala Batara Kala, dan kakinya menginjak kencang kepala Batara Kala, hingga mengeluarkan banyak darah. Sesekali terdengar lenguhan kecil dari mulut Batara Kala yang sama sekali sudah tak berdaya...

* * *

Bersambung...
______________________________________________________
Penamaan dan Foto: Wikipedia, Google
Lirik: Kirana (Dewa 19)
______________________________________________________
Tulisan-tulisan terkait:
- Seri Wayang XXI - Empat Serangkai Terhebat (Wisanggeni, Antasena, Antareja dan Gatot Kaca)
* * *
* * *
* * *



"kalau  BUKAN  KITA  SENDIRI  yang melestarikan wayang,

harus siapa lagi?

atau...

haruskah menunggu warisan budaya leluhur

diambil alih oleh pihak asing?

sehingga kita repot BERTERIAK

untuk mengakuinya lagi...!"





Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggemparkan Khayangan!)

...lusuh lalu tercipta mendekap diriku
hanya usang sahaja kudamba Kirana
ratapan mulai usang  'NUR'  yang kumohon
kuingin rasakan cinta...
"manis seperti mereka"
* * *


13009110351694227470
Wayang Golek BATARA GURU
Sementara itu Batara Indra, Batara Bayu dan Batara Surya sedang bisik-bisik diantara bertiga. Serupa dengan para Dewata yang lainnya, hanya bisa terdiam dan memikirkan apa yang terjadi berikutnya. Begitu juga dengan Batara Guru, tampak duduk di singgasanana, dengan pandangan mata jauh kedepan. Hanya Batara Narada yang tidak menampakkan ekspresi apapun pada raut mukanya. Dari wajahnya terpancar ketenangan yang luar biasa, tidak seperti Dewa-dewa lainnya.

Agak lama kemudian, barulah Batara Brama beranjak dari tempat duduknya, kemudian ia melirik Batara Guru untuk meminta persetujuan. Batara Guru hanya mengangguk kecil, tanda ia mempersilahkan Batara Brama menjawab pertanyaan dari Wisanggeni.

"Duhai Cucuku, Wisanggeni. Baiklah aku akan mencoba untuk menjawab semua pertanyaanmu itu. Yang pertama adalah karena Batari Durga menginginkan anaknya, Dewasrani untuk meminang Ibumu, yang..."

"Ok, aku sudah paham. Padahal Ibuku telah bersuami, tetapi karena suaminya adalah Manusia, maka kalian tidak menyetujuinya. Baiklah aku akan membuat perhitungan dengan Dewasrani, Batari Durga dan juga si pecundang Batara Kala. Catatlah oleh kalian baik-baik, setelah keluargaku utuh, maka aku akan menghajar mereka sampai merasakan mati segan, hidup tak mau...!" Wisanggeni memotong pembicaan dengan cepat.

Gemparlah seluruh Dewata mendengar perkataan dari Wisanggeni. Bukan apa-apa, karena para Dewata tahu arti ucapan dari Wisanggeni, yang berani berbuat juga berani melakukan. Semua pandangan tertuju pada Batara Guru, suami Batari Durga sekaligus Ayah dari Batara Kala...

Kemudian Batara Brama melanjutkan, "Yang kedua adalah karena, itu, itu..."

Dengan tertahan Batara Brama melanjutkan perkataannya sambil memandang Batara Guru.

"Cukup, aku sudah mengetahuinya. Kau melakukan itu karena titah dari Batara Guru, Pemimpin dari Para Dewata di Khayangan. Tindakanmu tidak dapat disalahkan, karena sebagai bawahan, mau tidak mau harus menuruti perintah dari atasan. Perlakuanmu itu akan aku catat dalam dosa Batara Guru..." Sahut Wisanggeni dengan nyaring.

Makin gegerlah seluruh Khayangan, lagi-lagi seluruh pandangan tertuju pada Batara Guru. Sementara itu awan dilangit tampak gelap, dan petir saling bersahutan pertanda yang buruk akan terjadi nanti.

Batara Guru, tampak tenang seperti tidak merasakan apa-apa, hanya sedikit bergumam "hmm".

Lalu, Batara Brama melanjutkan kembali jawabannya. "Untuk pertanyaan yang ketiga, Ayahandamu adalah Arjuna. Putra Pandudewanata dari kerajaan Hastinapura, dan sekarang bermukim di Madukara. Ia adalah Ksatria Penengah Pandawa, berwajah tampan dan juga memiliki banyak istri serta mempunyai banyak anak".

"Hanya itu yang mampu kukatakan saat ini mengenai Ayahmu, Arjuna. Untuk lebih lengkapnya lagi, kau bisa menemuinya di Madukara. Dan satu yang kuminta darimu, janganlah sampai membuat onar disana. Karena disamping mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang melawan pihak Kurawa, juga disana banyak ksatria tangguh yang bermukim, seperti Antareja, Antesena, Gatot Kaca serta Sri Kresna, Sang Titisan Wisnu. Jadi aku berharap, jangan coba-coba untuk memancing keributan".

Wisanggeni terdiam agak lama, sambil menengadahkan kepalanya keatas langit...

* * *

Diatas langit yang kelam dan gelap-gulita, tersirat suatu siklus kehidupan yang senantiasa silih berganti.

"Terima kasih untuk jawaban dari Kakek, meskipun aku kurang puas dengan perlakuanmu yang dahulu, tapi sedikitnya sudah mengobati rasa penasaranku ini. Dan sekarang, Wahai Batara Guru. Aku ingin meminta penjelasan darimu serta Pertanggung jawaban atas kejadian yang menimpaku selama ini".

Dengan tatapan tajam, Wisanggeni mengalihkan pertanyaannya terhadap Batara Guru.


13009133901113710779
BATARA GURU versi Wayang Kulit

"Wahai Sang Penguasa Jagad, Sanghyang Batara Guru. Aku ingin menanyakan tentang rasa penasaranku ini kepadamu. Sudah siapkah engkau untuk menjawabnya?"

"Aku siap untuk menjawab pertanyaanmu, Wisanggeni, cucundaku serta anak dari Penengah Pandawa. Silahkan saja, keluarkan uneg-uneg yang selama ini membelenggumu..." jawab Batara Guru dengan tenang.

"Huh, sudah cukup basa-basi terhadapku ini. Terus terang saja, aku sama sekali tidak suka dengan omongan orang yang bertele-tele. Langsung saja pada intinya!!!"

Semua Dewata  terkaget-kaget saat melihat tingkah laku Wisanggeni yang terkesan angkuh dan sombong. Dihadapan Batara Guru saja ia berani berbuat begitu, tidak memakai sopan santun segala. Batara Indra sudah siap siaga ingin meringkus Wisanggeni, dengan tangan mengepal ia siap menyerang Wisanggeni kapan saja. Tapi kemudian ditahan oleh Batara Guru, supaya jangan mencampuri urusannya.

Akhirnya Batara Guru, beranjak dari singgasananya. Dan menghampiri Wisanggeni. Semua Dewata menatap dengan cemas, takut sesuatu yang buruk akan menimpa Khayangan.

"Wisanggeni, perihal tentang kelahiranmu yang sangat tidak direstui olehku, memang itu adalah kesalahanku. Dan aku siap bertanggung jawab untuk meluruskannya kembali".

"Apa yang harus diluruskan, Wahai Batara Guru. Aku sudah mengetahuinya. Meskipun aku adalah makhluk yang terbuang, tapi jelek-jelek begini aku bisa mengetahui tentang masa lalu, sekarang dan masa depam. Tidak usah kau jelaskan pun aku sudah mengetahuinya. Dan sekarang aku hanya minta tanggung jawab serta sangksi untuk kelalaian khilafmu itu. 
Untuk urusan yang lain, biar aku yang urus sendiri!"

"Jadi apa yang harus aku tanggung, Wisenggeni?"

"Aku ingin kau mengaku salah dihadapan para Dewata, Manusia serta raksasa yang ada di semua alam. Biar mereka tahu bahwa Engkau sebagai Penguasa Dewa pun bisa berbuat salah terhadap manusia, khususnya terhadap aku"

"Demi cinta kasihmu terhadap Batari Durga, engkau rela menitahkan bawahanmu Batara Brama untuk memisahkan ikatan perkawinan antara Ibuku dengan Ayahku Arjuna. Dimana rasa Kedewaanmu melihat aku sewaktu bayi dibuang begitu saja di kawah Candradimuka yang panas dan bergejolak itu? Dimana rasa keadilan yang sangat diagungkan oleh seluruh manusia terhadapmu, ketika tahu Dewasrani ingin mengawinkan Ibuku, padahal beliau  masih terikat dengan Arjuna? Dan dimana rasa Kebijaksanaanmu itu saat tahu tindakan Batari Durga salah, tapi masih tetap dilakukan?"

"Apakah karena rasa cintamu itu terhadap Batari Durga, hingga melenyapkan akal pikiranmu serta menggelapkan matamu sebagai Dewa Tertinggi?"

"Mengapa juga kau tidak tegas terhadapnya? Atau jangan-jangan kau takut terhadapnya, atau juga yang terparah ini, Gelar Penguasa Dewa, aslinya bukan kau sendiri yang pegang, tapi Batari Durga yang memiliki kekuasaan penuh terhadap seluruh alam semesta ini?"

Batara Guru, terdiam untuk beberapa lama. Kemudian ia berkata, "Wisanggeni, meskipun perbuatanku ini salah dan menyalahi kodrat serta aturan yang berlaku. Tapi ini sudah kehendak takdir, terserah kau mau berkata apa, tapi memang beginilah hidup!"

"Huh, jadi dimana kewibawaanmu sebagai Sang Batara Guru. Kalau memang takdirku sudah seperti ini, maka aku adalah orang pertama yang akan keluar dari garis hidup. Dan aku sendiri yang akan menentukan takdirku serta takdir penghuni semesta ini" Jawab Wisanggeni berapi-api, Karena ia tidak mendapatkan jawaban yang tepat dari Batara Guru".

Saat ketegangan sudah memuncak, datanglah beberapa prajurit khayangan yang memberitahu bahwa Batara Kala datang dan hendak menemui Batara Guru.

"Salam sejahtera, Wahai Ayahanda tercinta Sanghyang Batara Guru. Ananda menyampaikan sembah bakti kepadamu, Sang Penguasa Jagad" Tutur Batara Kala, saat pertama kali memasuki ruangan.

"Silahkan masuk anakku, Batara Kala" sambut Batara Guru, tanpa ekspresi.

Kemudian Batara Kala, melangkah masuk menuju Batara Guru. Dan saat tinggal beberapa meter lagi jaraknya, tiba-tiba ia berhenti tatapannya terhenyak saat melihat Wisanggeni. Dan hidungnya mencium sesuatu, "Wahai, Ayahanda. Anandamu ini mencium bau tak sedap yang sangat sekali, hingga hampir mengacaukan pikiranku ini. Sebenarnya ada apa gerangan yang terjadi?" saat itu tangan Batara Kala sudah hampir menyentuh Wisanggeni, kemudian Batara Guru segera meneriakinyaa agar tidak sembarangan, tapi terlambat sudah. Wisanggeni yang telah memuncak amarahnya segera menghantam Batara Kala dengan sekuat tenaga.

"Jangan coba-coba menyentuhku, makhluk keparat!" sahut Wisanggeni seketika.

"Tunggu... " teriak Batara Guru, seketika memecahkan keheningan khayangan.

Tapi terlambat, tubuh besar nan tinggi Batara Kala sudah terlempar sejauh belasan meter hingga ke pintu Istana Jonggringsalaka.

* * *


Bersambung...
                 Choirul Huda


_____________________________________________________________
Sumber:
Penamaan dan Foto: Wikipedia, Google
Lirik: Kirana (Dewa 19)
_____________________________________________________________
Tulisan-tulisan terkait:
- Seri Wayang IV - Wisanggeni (Mengalahkan Batara Kala, Batari Durga dan Dewasrani)
- Seri Wayang XXI - Empat Serangkai Terhebat (Wisanggeni, Antasena, Antareja dan Gatot Kaca)
* * *
* * *
* * *


"kalau  BUKAN  KITA  SENDIRI  yang melestarikan wayang,
harus siapa lagi?
atau...
haruskah menunggu warisan budaya leluhur 
diambil alih oleh pihak asing?
sehingga kita repot BERTERIAK 
untuk mengakuinya lagi...!"


Rabu, 23 Maret 2011

Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggugat Dewata)

...kucoba memahami tempatku berlabuh
terdampar di keruhnya satu sisi dunia
hadir dimuka bumi, tak tersaji indah
kuingin rasakan cinta...


13008445132008000898
Wisanggeni

Kemudian Wisanggeni bertanya kepada Batara Guru, perihal kenapa Ia dikucilkan dari kehidupan. "Wahai, Sanghyang Penguasa Jagat. Mengapa ananda harus disingkirkan dari muka bumi ini, padahal ananda sama sekali tidak bersalah. Dan juga bukan maksud ananda sendiri untuk minta dilahirkan ke dunia yang fana ini...!"

"Bukan maksudku, begitu wahai Wisanggeni, anakku. Tapi itu semua sudah menjadi ketetapan dari suratan Dewata yang sudah menggaris bawahi lakon manusia" Jawab Batara Guru.

"Garis Dewata apanya, Wahai Batara...?" Jawab Wisanggeni tidak sabaran.

"Sebenarnya, kematian dan kelahiran manusia didunia sudah ditakdirkan, dan tidak akan bisa dirubah oleh siapapun, termasuk Dewata sendiri" Batara Guru melanjutkan.

"Lalu, mengapa aku sampai harus dibunuh, dan juga terusir secara nyata dari kehidupan ini! Semenjak aku lahir hingga sekarang, aku selalu sendirian. Tidak ada yang menemani, kecuali Batara Antaboga dan Batara Baruna, bahkan Ibuku sendiri tidak dapat aku menemuinya. Apalagi terhadap ayahku yang melahirkan ini. Mereka semua entah tidak ada yang mengasihiniku. Dan aku merasa dikucilkan!" sahut Wisanggeni dengan kemarahan yang mulai tampak.

Sabar anakku, duhai Putra Arjuna, sang Penengah pandawa. Didunia ini ada hukum sebab-akibat, antara hak dan kewajiban, dan juga hitam melawan putih. Jadi anakku, engkau mesti nerima apa yang sudah digariskan oleh Dewata" dengan sabar Batara Guru, menjelaskan.

"Fiuuh, aku sungguh muak mendengar ocehanmu yang sangat menyebalkan itu. Dari lahir, hidupku sudah merasa terasing. Bahkan ketika bayi pun, aku sudah mau dimusnahkan oleh Kakekku sendiri, yang berjuluk Batara Brahma. Dimana rasa keadilan dari kalian, para Dewata yang tugasnya menjaga keseimbangan alam!"

"Duhai Wisanggeni, anakku" Batara Guru melanjutkan.

"Diam, aku tidak mau mendengar ocehanmu tentang takdir ataupun kodrat yang sampah itu!" Potong Wisanggeni, dengan muka merah pertanda amarah yang akan memuncak.

Kemudian, Wisanggeni beralih pandangan ke arah para Dewata yang sedang memandanginya. Seakan para Dewata yang lain tak percaya, ada manusia yang berani membentak Sang Batara Guru, Dewa Penguasa alam.

Dan wisanggeni, menatap tajam kearah batara Brama, "Wahai Kakekku, Sanghyang Batara Brama, mengapa engkau sama sekali tidak menolak permintaan dari Batara Guru yang tidak masuk akal itu? mengapa Engkau tega membuang diriku, cucumu sendiri ke dalam kawah Candradimuka yang panas bergelora itu?"

Batara Indra, menyahut "Duhai, anakku Wisanggeni, janganlah engkau menuruti hawa nafsu. Batara Brama adalah sesepuh dalam Khayangan. Jangankan manusia, para Dewata saja tidak berani membentaknya?"

"Hee Indra, Raja dari segala Dewata. Aku tidak sedang berbicara denganmu. Saat ini aku sedang bertanya kepada Kakekku, Batara Brama. Aku tidak mempunyai permasalahan dengan engkau, tapi kalau engkau berani merintangi usahaku ini. Bukan aku lagi yang menanggapi, tetapi tanganku ini yang akan berkenalan denganmu!" Jawab Wisanggeni dengan senyum sinis kepada Batara Indra.

"Jadi kau berani menantangku, Wisanggeni? Duhai manusia setengah dewa yang congkak dan angkuh!" dengan langkah lebar, Batara Indra melangkah menuju Wisanggeni.

"Aku siap menerima tantanganmu, saat ini juga" sahut Wisanggeni tidak mau kalah.

Kemudian Batara Indra, mengeluarkan kesaktiannya untuk ditujukan pada Wisanggeni. "Rasakan ini pelajaran dariku..."

* * *

Tapi sebelum, senjata itu terlepas dari genggaman tangannya, sudah tertahan oleh Batara Brama dengan wajah halus dan ramah. "Tahanlah amarahmu, wahai Batara Indra, tidak sepantasnya Anda berurusan dengan cucuku yang belum berpengalaman ini. Sebelumnya aku minta maaf, karena telah melibatkan anda. Tapi, urusan ini biar Aku saja yang menanggungnya. Sekali lagi, kepada Dewata yang lainnya, Hamba berterima kasih, sudah mau membantu masalah dalam diriku yang rumit ini".

"Baiklah, Sang Batara Brahma, aku minta maaf atas kelancanganku ini". Kemudian sambil mengawasi dengan tajam, Batara Indra kemudian berangsur mundur dari hadapan Wisanggeni.

"Ha ha ha, bahkan seorang Batara Indra pun tidak berani menantangku" ejek Wisanggeni, yang membuat merah muka Batara Indara.

"Duhai cucuku, yang agung. Mengapa sampai hati membuat keonaran di Suralaya ini. Tempat yang suci ini tidak semestinya mendapatkan kegaduhan bahkan dari seorang dewa pun..." Batara Brama, berkata kepada Wisanggeni.

"Wahai Batara Brama, yang seumur hidup ini baru menyebutku dengan panggilan cucu. Sebelumnya aku sangat berterima kasih pada engkau karena telah mengakuiku sebagai cucu didepan umum. Tapi tidak cukup dengan itu saja, aku ingin menanyakan 3 perihal tentang jati diriku yang sebenarnya. Kuharap engkau menjawabnya dengan jujur, kalau tidak. Aku tidak segan-segan untuk membuat kekacauan yang lebih parah lagi di Khayangan ini!" lanjut Wisanggeni.

"Silahkan saja, cucuku. Aku siap menjawab pertanyaan yang engkau berikan". Jawab Batara Brahma dengan tenang.

"Baiklah, pertama. Aku ingin menanyakan, mengapa sejak lahir, aku selalu dikejar-kejar oleh para  Dewata?

Kedua, mengapa Engkau sebagai kakek malah menuruti permintaan yang tidak masuk akal dari Batara Guru untuk membuangku kedalam kawah Candradimuka?

Dan yang ketiga. Siapa Ayahku yang sebenarnya, tadi aku mendengar Batara Guru menyebut nama Arjuna, tetapi wujud dan rupanya saja aku tidak tahu sama sekali."

Dengan mengernyitkan dahi Batara Brama berpikir, untuk mencari jawaban yang masuk akal. Agar cucunya yang pemarah ini tidak sampai murka dan membuat goro-goro di suralaya. Sementara itu Wisanggeni, dengan santainya mendeprok di atas karpet khayangan yang empuk dan sangat nyaman itu.

* * *

Bersambung...


Choirul Huda
____________________________________________________________
Sumber:
Penamaan dan Foto: Wikipedia
Lirik: Kirana (Dewa 19)
____________________________________________________________
Tulisan-tulisan terkait:
Seri Wayang II - Tiwikrama Sri Kresna Yang Menggemparkan Alam Semesta
Invasi Tokoh Komik ke Dunia Wayang ( I )
- Seri Wayang III - Wisanggeni (Menggemparkan Khayangan)
- Seri Wayang XXI - Empat Serangkai Terhebat (Wisanggeni, Antasena, Antareja dan Gatot Kaca)