Selasa, 07 November 2023

Prabowo dan Kedaulatan Selera

Prabowo dan Kedaulatan Selera

ilustrasi buku @roelly87


"WOOOOI, anteng banget bro. Main slot lo ya?"

"Ebuset. Gw lagi mantengin pertandingan AR Roma versus Lecce. Seru banget. Bener-bener detik terakhir menangnya."

"Lukaku ngegolin lagi?"

"Yongkru. Tadi sempat error dia, penalti ga masuk. Untung pas injury time berbalik jadi pahlawan."

"Gokil emang tuh 'Big Rom'. Efek Mourinho bikin doi gacor. Btw, lo kan Juventini, ngapa mantengin Roma. Udah murtad ye?"

"Asem! Gw dari 94 udah Juventini. Nyimak pertandingan Roma karena ada Mourinho sama Dybala aja."

"Ooh... Kirain, lo udah ninggalin 'Si Nyonya Tua' ke pelukan 'Serigala Ibu Kota'."

"Dih... Ogah."

"Ha ha ha."

Demikian percakapan antara gw dan Kemumaki di salah satu kedai kopi di Grey District, Jakarta. Tempat nongkrong yang strategis bagi warga ibu kota dengan harga makanan dan minuman murah meriah.

Selain gw dan Kemumaki, ada Dekisugi dan Kuririn juga yang asyik mengganyang makanannya masing-masing. Kami berempat memang kerap nongki-nongki di kedai ini sambil membicarakan banyak hal.

Mulai dari sepak bola, musik, hingga politik. Apalagi, jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, obrolan kami kian seru.

Kemumaki merupakan die hard-nya Ganjar Pranowo. Sementara, Dekisugi sangat militan dengan Anies Baswedan. Demikian dengan Kuririn yang sejak lama jadi simpatisan Prabowo Subianto.

Gw? Sekadar penggemar Prabowo. Alias, makhluk bebas yang tidak punya kepentingan apa pun terkait tiga capres tersebut.

"All, gw cabut dulu ya," kata Kuririn yang bersiap memakai sepatu.

"Kemane lo? Masih sore gini," Kemumaki menimpali.

"Jangan mampir ke 'warung sebelah' ya," gurau Dekisugi.

"Gelo. Dia ga mampir, tapi udah punya kartu langganan," gw menambahkan.

"Anjir lo pada. Kalian kira, gw cowo apaan," tutur Kuririn. "Dah, ah. Gw cabut. Pagi mau ke Bandung, 'ada proyek' biasa."

"Bawa oleh-oleh ya. Sekalian bayarin pesanan kita-kita ini."

"Nitip 'peuyeum'."

"Tanyain tipis-tipis ya, 2024, Jabar siapa yang maju."

"Au... Ah gelap!" Kuririn ketawa sambil mengacungkan dua jari tengahnya usai membayar pesanan kami ke kasir.

Obrolan khas bapak-bapak memang jadi santapan sehari-hari bagi para penghuni kedai kopi ini. Maklum, pengunjungnya heterogen. Termasuk, profesi dari yang serabutan, calo, pebisnis, politikus, akademisi, hingga penegak hukum.

Apalagi, lokasinya di Grey District yang sesuai dengan penamaannya: Abu-abu.

Ya, berbeda dengan Red District yang juga udah lama gw kenal. Di kawasan itu, semua sudah jelas. Mayoritas penghuninya terbagi antara hitam dan putih. 

Ada garis batas antara kawasan hitam yang dipenuhi pelacuran, perjudian, hingga narkoboy dengan warga. Ada yang tidak percaya Tuhan. Namun, di sebelahnya banyak yang sangat taat dengan Tuhan.

Sementara, Grey District ini semua jadi satu. Bahkan, mungkin penghuninya bisa merasa jadi Tuhan. 

Itu karena hitam dan putih bercampur. Tidak ada yang benar-benar jahanam. Pada saat yang sama, enggan jadi orang suci.

Grey District ini memang sangat unik. Sudah lama disorot banyak pihak. Baik ulasan media arus utama atau media sosial. 

Namun, sejauh ini penghuninya kompak. Jika ada orang luar yang mengusik, mereka langsung bertindak: Hantam dulu, bicara kemudian.

Konon katanya, mereka sudah bersikap seperti itu sejak zaman penjajahan. Penghuni di sana kerap merepotkan Belanda, Jepang, Inggris, dan para pengkhianat bangsa. 

Bahkan, jadi inisiator bersama para pahlawan dalam mempertahankan Tanah Air saat perang kemerdekaan, masa bersiap, gerakan September, hingga 1998 silam.

Salah satu petinggi aparat yang berwenang di negeri ini pun sudah mahfum. Misalnya, isu-isu minor yang berkaitan dengan dunia bawah tanah.

"Ya, kami TTPPTT aja lah. Yang penting, warganya sangat berkontribusi," ujarnya dalam suatu FGD. Alias, tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Bisa dipahami mengingat Grey Area ini penghuninya sangat keras. Bahkan, mereka menolak tegas kehadiran ormas-ormas menjijikan yang kerjanya memeras rakyat jelata. 

Dibuktikan dengan tidak adanya spanduk, baliho, dan sebagainya. Termasuk, bebas parkir liar di setiap ruko atau restoran.

Sementara, untuk pemilu, baik pilpres maupun partai politik, mereka menyambut dengan senang hati. Termasuk, 2024 nanti yang terbagi dengan tiga kubu.

*       *       *

"BRO, lo gabung Kuririn yang sekarang udah masuk Ring tujuhnya Prabowo," teriak Dekisugi yang suaranya terdengar sayup-sayup akibat bertepatan dengan lewatnya kereta api.

"Ogah. Untuk saat ini, masih pengen bebas."

"Bagus bro, ga usah ikut-ikutan. Dekisugi aja 2019 barengan Kuririn. Eh sekarang pecah kongsi. He he he," Kemumaki, menimpali.

"Biasa kawan, politik itu dinamis. Bisa jadi di putaran kedua, jagoan lo butuh suara dari Prabowo. Kalo Amin kan udah pasti lolos putaran pertama."

"Idih... Yakin bener. Survei aja mentok 20 persen."

"Ya, liat aja nanti pas valentine. Ya kan bro?" ujar Dekisugi meminta dukungan ke gw. Meski sambil ngobrol, tapi mulutnya aktif mengganyang mie instan campur nasi putih dan telur dadar.

"Ya, kalo gw sih, siapa aja yang menang bodo amat. Gw ke Prabowo sebatas penggemar. Kalo menang bagus, kalah pun ga masalah," jawab gw, sok diplomatis.

"Anjir, jawaban lo sok politikus. Wkwkwkw."

"Tapi ini kita ngobrol aja ya. Kalo Kuririn ga usah dibahas, soalnya udah masuk Rute Solo, alias bukan 'jalur H atau D'. Nah, lo ini kan ibaratnya swing voters, alias sekadar penggemar Prabowo tapi belum tentu nyoblosnya," Kemumaki, melanjutkan.

"Sementara, gw udah jelas. Ganjar itu punya prestasi usai 10 tahun jadi Gubernur Jawa Tengah. Begitu juga jagoan Dekisugi yang pengalaman mimpin Jakarta 2017-2022. Nah, pengalaman Prabowo baru sebatas Menteri Pertahanan aja. Bedain sama waktu tentara ya. Itu juga terakhir 1998 silam. Apalagi, doi kan penculik. Aneh sih, kalo gw jadi lo. Nah, pertanyaan gw, apa alasan lo milih Prabowo?"

Pertanyaan Kemumaki membuat Dekisugi yang sebelumnya lahap mengunyah mie langsung serius menatap gw. Keduanya, seperti para hakim yang memberi vonis hukuman mati dalam persidangan.

"Woi, pertanyaan lo serem banget, anjir. Gw berasa jadi terpidana. Ha ha ha."

"Tapi gw setuju sama Kemumaki nih bro. Jadi pinisirin denger jawaban lo," kata Dekisugi sambil meletakkan sumpit ke atas mangkuk dengan khidmat.

"Minta rokok lo Kem, asem. Sebats dulu," lanjutnya. "Anjir, ini rokok apaan. Mereknya aneh. Seumur-umur jadi 'ahli hisap' gw baru liat nih rokok."

"Udah pake aja. Sejak Corona, emang rokok yang beredar aneh-aneh. Gw cari yang bukan merek terkenal biar murah tapi tetap harus ada cukainya supaya pemerintah dapat pemasukan," tutur Kemumaki.

"Sama bjir. Gw juga ganti rokok dari merek satu huruf ke yang ga jelas ini," kata gw terkekeh menunjukkan sebungkus rokok berwarna hitam.

"Rokok kalian aneh ya. Padahal mau pilpres, momen cuan nih," Dekisugi menjawab seraya menyalakan rokok dengan korek kayu. 

Makhluk satu ini memang konservatif banget. Di saat korek gas atau cricket sudah lumrah, eh doi tetap setia dengan korek kayu yang kalau dinyalakan harus digesek lebih dulu.

"Eh bro, bener kata Kemumaki. Gw pinisirin sama jawaban lo."

"Anjay, dibahas lagi."

"Yoi, bro. Kalo pilihan gw, Ganjar, dan Anies sebagai jagoan Dekisugi udah jelas. Nah, lo gimana?"

"Ga gimana-gimana Kem. Ini soal selera aja. Gw menggemari Prabowo dari perbawanya sejak 2008. Udah itu aja."

"Prestasinya yang nol? Dipecat dari militer?" Kemumaki, menimpali.

"Capres abadi?" tambah Dekisugi, sarkas.

"Woi... Kalian berdua detail amat. Kalo Prabowo ini soal kedaulatan selera. Subyektif. Sama kayak penggemar fotografi, ada yang dari dulu nyaman dengan Nikon atau Canon. Atau di sepak bola, Kota Manchester terbelah jadi merah dan biru.

Begitu juga di dunia kuliner. Misalnya, lo pada doyan bubur diaduk atau ga diaduk? Kan kembali ke selera masing-masing."

"Gw diaduk sih," jawab Kemumaki.

"Gw mah ga diaduk. Geli anjir, kalo makan bubur diaduk gitu," Dekisugi, menimpali.

"Kalo gw mah bebas. Yang penting ga pake seledri sama kacang," ucap gw.

"Si oneng, jadi bahas makanan. Dah lanjut, pertanyaan gw tadi," kata Kemumaki.

"He he he. Apa ya? Oh soal kedaulatan selera? Ya itu. Meski banyak stigma negatif tentang Prabowo, tapi kalo udah suka ya mau gimana lagi. Ya, sekali lagi. Sekadar menggemari. Ga harus mati-matian membela doi. Sama kayak gw sebagai Juventini. Kalo Juve menang, bagus. Andai kalah, yo wis. Mau gimana lagi. Yang penting, gw tetao cinta Juve sejak 1994.

Terus, ke kalian ini dan Kuririn yang aktif sebagai simpatisan. Emang kalo Ganjar atau Anies menang, lo berdua bakal dilirik jadi menteri? Ga, kan. Jadi, ya kita harus punya garis batas. Jangan berlebihan dalam menyukai sesuatu."

Kemumaki menghisap dalam-dalam rokoknya usai mendengar penuturan gw. Pada saat yang sama, Dekisugi asyik memainkan sumpit layaknya stik drum yang diadu ke mangkuk.

"Dah ah, pembahasan politik bikin gw laper. Mau nambah seblak nih di seberang."

"Bro, gw nitip satu ya."

"Anjir, lo tadi udah makan mie pake nasi sama telor masih kurang aja," timpal Kemumaki.

"Kedaulatan selera, Kem. Tadi kan makan, kalo seblak ini ngemil."

"Gw nungguin uduk Mpok Gayong aja subuh nanti."

"Ha... Ha... Ha..."***

*       *       *

- Jakarta, 7 November 2023

Artikel Sebelumnya:







Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi

Minggu, 06 November 2011

Menyaksikan Langsung Parade Obor Sea Games 2011 di Jakarta - 2

2.



13204721391216945693
Saat Obor Sea Games dibawakan oleh Wisnu Wardhana, Atlet renang Indonesia

Saat mendapat email dari Pak Dian Kelana, salah satu Kompasianer senior yang mengajak untuk meliput langsung pawai Parade Obor Sea Games 2011 keliling Jakarta. Saya langsung berangkat dari rumah pukul 08:30 pagi menuju Gedung Indosat di Jalan Merdeka, Jakarta Pusat untuk berkumpul bersama dengan jurnalis warga lainnya.

Sesampainya kemudian, saya bertemu dengan Pak Yusef Hendarsyah yang juga turut menghadiri acara. Terlihat ada Ade Rai dan beberapa atlet maupun mantan atlet yang turut memeriahkan pawai parade Obor Sea Games 2011 ini. Dan, sebelum parade dimulai, kami baik Jurnalis Warga maupun Wartawan Profesional diberi kesempatan untuk memotret beberapa Atlet yang akan bergantian membawakan obor hingga ke etape terakhir di Jakarta Utara, sebelum diberangkatkan ke Palembang.

Berikut ini adalah jadwal etape yang sekarang masih berlangsung:
1. Etape I
Ade Rai (Atlet Binaraga). Dari Balai Kota menuju Hotel Nikko, Jl. M.H. Thamrin. Titik Km 2.
2.Etape II
Albert Papilaya (Atlet Tinju). Menuju ke Halte Chase Plaza Setiabudi Jl. Jendral Sudirman. Km 4.
3. Etape III
Ricky Yacobi (Atlet Sepak Bola). Menuju Jembatan Semanggi, Gedung GKBI. Km 6.
4. Etape IV
Harly Ramayani (Atlet Loncat Indah). Menuju Stadion Madya Senayan. Km 8.
5. Etape V
Heru Prayogo (Atlet Atletik). Menuju Plaza Senayan. Km 10.
6. Etape VI
Purnomo (Atlet Atletik 100m). Menuju Pintu 2 Gelora Bung Karno. Km 12.
7. Etape VII
Yustedjo Tarik (Atlet Tenis). Menuju Plaza Mandiri, samping Polda Metro Jaya, Jl. Gatot Subroto. Km 14.
8. Etape VIII
Nunung Jayadi (Atlet Atletik). Menuju Hotel Kartika Chandra, Jl. Gatot Subroto. Km 16.
9. Etape IX
Wisnu Wardhana (Atlet Renang). Menuju Halte Busway Tegal Parang. Km 18.


*     *     *

Sayangnya, saya hanya bisa menyaksikan hingga Etape ke IX ini, sebab tadi harus segera pulang untuk menuju ke kampus karena hari ini ada ujian sore. Dan tidak kesampaian memenuhi janji untuk dapat menyelesaikan hingga ke etape terakhir yang kabarnya akan hinggap di Kantor Walikota Jakarta Utara, Jl. Yos Sudarso, di Km 40. Sebelum diserahkan oleh Walikota Jakarta Utara kepada ketua INASOC dan selanjutnya di serahkan kepada Duta Obor DKI Jakarta untuk diserahkan kepada INASOC Sumatera Selatan. Dan selanjutnya dibawa ke Palembang dengan menggunakan Kapal laut.

Namun sebelumnya, ada beberapa cerita menarik yang saya alami saat mengikuti pawai Obor Sea Games 2011. Yaitu antusias masyarakat untuk menyaksikan arak-arakan obor hingga memadati jalan di sepanjang Jl. Sudirman hingga Jl. Gatot Subroto. Dan saya juga sempat menyaksikan beberapa pekerja di kawasan elit Sudirman yang menghentikan aktivitas kerjanya, dengan memotret langsung pawai Obor Sea Games 2011. Mereka semua mengabadikan langsung melalui ponsel yang dibawa masing-masing tanpa memperdulikan teriknya panas matahari yang menyengat.

Sementara dari peserta parade tersebut, mereka terlihat sangat antusias, terutama dari ratusan pelajar mulai dari anak SD hingga SMA.

Apalagi saat menyaksikan senyum sumringah dari rombongan sepeda dan Pak Polisi yang berebutan ketika saya meminta izin dari mereka untuk memotretnya. Bapak dan Ibu rombongan sepeda itu tampak memasang muka dengan sebaik-baiknya, ketika tahu akan saya posting di sosial blog Kompasiana.

"Saya Ibu Wati, dari rombongan sepeda yang ikut pawai keliling. Jangan lupa, foto saya dipajang paling depan di tulisan Mas ya..." Ucap salah seorang Ibu, dengan tawa mengembang.
Atau ketika saya dan Pak Dian Kelana beristirahat sejenak sambil ngemil dan ngopi, setelah puas berkeliling Jakarta di sebuah halte seraya berteduh dari teriknya matahari. Sayangnya Pak Yusef Hendarsyah, tidak ikut karena ada pekerjaan mendesak dan saya melanjutkannya berdua dengan Pak Dian Kelana.

Hingga saya menyudahi liputan Parade Obor Sea Games ini setelah tiba di kantor Unilever, setelah sempat menyaksikan Sandra Dewi, artis asal Bangka, yang juga turut menghadiri serah terima obor dari Nunung Jayadi ke Wisnu Wardhana.

Maksud hati ingin memeluk bulan, apalah daya tangan tak sampai. Niatnya ingin meliput hingga selesai dan mewawancarai beberapa narasumber Atlet dan artis, tetapi harus menyudahinya dengan berat hati karena ada Ujian di Kampus yang sudah menunggu.

Semoga saja dengan tingginya animo masyarakat untuk Sea Games 2011 ini, dapat terbayar dengan lunas ketika Atlet Indonesia dinobatkan menjadi Juara...!



1320472288304656790
Ade Rai saat memulai pawai obor Sea Games di Gedung Indosat
*     *     *


1320472440781912912
Aksi Jurnalisme Warga bersama Wartawan Profesional (Pak Dian Kelana agak tergopoh-gopoh dengan kamera ditangan)

*     *     *



13204725881060352701
Start Parade Obor Sea Games 2011
*     *     *



13204727131465017006
Narsis sebentar menjelang keberangkatan untuk meliput bersama Pak Dian dan Pak Yusef.
*     *     *



13204728591439286015
Beristirahat sejenak di bawah pohon rindang, sembari update perkembangan Kompasiana dan dukungindonesia.com...
*     *     *


132047301373548654
Melewati Di depan gedung Menpora

*     *     *


13204731481771816031
Di kawasan Senayan menuju Sudirman, Etape V

*     *     *



1320473275325385747
Melintasi Kawasan Sudirman, Etape VI

*     *     *




1320473373551666742
Rombongan Sepeda pengiring Obor Sea Ganes dan Pak Polisi yang sumringah saat difoto

*     *     *




1320473495510413861
Beberapa Petugas Keamanan Sedang Membuka Jalan, saat parade Obor tiba di kawasan Semanggi...

*     *     *



132047364512601368
Ramainya Parade Obor Sea Games dan Antusias Masyarakat untuk menyaksikan langsung dari Tangga Penyebrangan

*     *     *



13205559588567493
Sandra Dewi saat di Etape IX sebelum penyerahan obor
*     *     *



1320474340807764990
Beberapa Kendaraan Patwal Yang turut mengamankan Parade Obor Sea Games 2011
*     *     *



Jakarta, 05 November 2011 (15:00 wib)
- Choirul Huda (CH)
__________________________________________________________________
Foto: Dok. Pribadi
Note: Ayo Kita Dukung Indonesia Untuk Menjadi Juara Sea Games 2011...
__________________________________________________________________
Tulisan Parade Obor Sea Games lainnya:
- Indosat Persinggahan Obor Sea Games di Jakarta oleh Pak Dian Kelana.

- Tulisan ini dari Postingan di Kompasiana.com

- Ayo Dukung Indonesia Juara di situs resmi DukungIndonesia.com

- Sumber: www.indosat.com/

Sabtu, 03 September 2011

Serial Ramadhan: Lebaran Cuma Sehari, Sibuknya Berbulan-bulan...!S

Ayah, kenapa sih semua orang pada mikirin Lebaran? Teman-teman Imam pada sibuk beli baju baru.
Terus juga ada yang kebingungan mau pake sepatu apa.

Emangnya kalo Lebaran itu harus memakai pakaian yang (Serba) baru???

13141149431886416694
Suasana menjelang Lebaran
Suara adzan berkumandang di sebuah Musholla dekat perkampungan padat penduduk di ujung barat Jakarta.
"Ayo baca doa dulu sebelum buka puasa, jangan lupa minum teh manisnya baru makan nasi" Berkata Ayah Imam kepada anaknya sesaat setelah mendengar suara adzan.
"Alhamdullilah, akhirnya Imam kuat juga puasa hari ini. Padahal tadi siang, panasnya minta ampun Yah, mana di jalan banyak orang yang pada ngeselin lagi..." Imam terlihat ceria, setelah meneguk segelas teh manis hangat.
"Ya, itukan ujian Mam. Justru itu sebenarnya makna Berpuasa. Yaitu tidak hanya menahan Lapar dan Haus saja, tatapi juga harus kuat menahan Hawa Nafsu, termasuk Amarah..." Jawab sang Bunda menimpali.
"Gimana tadi, korannya laku semua ga Mam?" Lanjut Ayah Imam lagi.
"Lumayan Pak, cuma sisa sedikit. Oh ya, tadi Imam dikasih uang lima puluh ribu dari Koh Acong, katanya buat beli baju lebaran..."
"Wah, berterima kasih sekali kita sama Koh Acong. Ia orang nya baik banget, Beruntung kamu kerja di kios koran beliau" Jawab sang Ayah sembari menyendok nasi.
Didalam sebuah rumah petak berdinding kayu di sebuah gang kumuh, terdapat keluarga kecil nan bahagia sedang menikmati saat berbuka puasa. Ridwan sang Ayah sekaligus Kepala rumah tangga yang bekerja sebagai sopir metromini jurusan Pulogadung-Kalideres, nampak dengan lahapnya memakan hidangan berbuka. Disampingnya ada Heni, sang Ibunda Imam yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci di kompleks perumahan dekat tempat tinggal mereka. Bersama Safwah Adelia, adik Imam yang masih berusia 5 tahun terlihat sedang asyik menyeruput segelas teh.
Imam yang sekarang sudah kelas 5 SD memang anak yang rajin, dari kecil sudah membantu orang tuanya. Entah itu dagang Koran, jualan Pempek berkeliling kampung, juga terkadang jualan Petasan. Sungguh Suasana berbuka puasa yang sangat khusyuk, keluarga kecil dengan tempat tinggal yang juga kecil dan lauk berbuka yang sederhana. Hanya ada satu teko teh manis hangat, sebakul nasi, sepiring tempe orek dan beberapa butir korma. Menambah syahdunya waktu berbuka...


*  *  *

"Yah..." Ujar Imam membuka pembicaraan.
"Kenapa Nak?" Jawab sang Ayah.
"Imam bingung banget Yah, waktu di sekolah tadi teman-teman pada rame semua mikirin Lebaran."
"Lalu" Jawab sang Ayah pendek.
"Iya, Imam bener-bener bingung. Soalnya semua teman pada ribut mikirin buat baju lebaran, ada yang lagi kepusingan buat beli sarung, terus juga ada yang lagi mikirin buat beli baju Koko..."
Sang Bunda yang sedang makan, akhirnya menoleh ke arah Imam saat mendengar perkataan yang barusan lewat ini.
Tak lama kemudian Imam kembali melanjutkan,
"Ayah, kenapa sih semua orang pada sibuk mikirin Lebaran?
Teman-teman Imam pada sibuk beli baju baru.
Terus juga ada yang kebingungan mau pake sepatu apa.
Emang Kalo Lebaran itu harus memakai pakaian yang baru???"


*  *  *

"Tidak semuanya itu, Mam..." Jawab sang Ayah, setelah lama termenung mendengarkan keluh kesah anaknya.
"Lagian yang terpenting itu bukan Lebaran, tetapi Puasanya dan juga Zakat Fitrah. Percuma kan, kalo Lebaran pake baju baru, namun puasanya bolong-bolong." Ucap sang Ayah menjelaskan.
Kemudian sang Ibu pun turut bersuara, "Mam, benar kata Ayahmu itu, Lebaran ga hanya pakaian baru. Tapi Hati yang baru. Kalau kita mampu dan ada rezeki, bolehlah kita beli baju baru. Tapi kalau tidak ada uang, apa yang harus dibeli?. Lagian toh, pakaian kita yang lalu masih pada bagus, dan untuk Sholat Ied cukup saja dengan memakai baju Koko peninggalan tahun kemarin yang masih bersih, tidak harus baru" Jawab sang Bunda panjang lebar.
"Tapi, Ayah - Ibu, aneh juga ya. Kan Lebaran cuma sehari. Bahkan hanya 2 jam, dihitung dari jam 7 kita Sholat Ied hingga jam 9 selesai sungkeman keliling kampung, tetapi kenapa ya orang-orang pada sibuk memikirkannya dari bulan-bulan sebelumnya...?" Lanjut Imam dengan pertanyaan khas anak kecil nan polos.


*  *  *

Sementara itu, di salah satu Mall terkenal di jantung kota Jakarta.
Terlihat kawanan Abg sedang mencoba beberapa pakaian di salah satu butik kelas atas.
"Sher, lihat deh gaunnya bagus banget ya? Cocok ne dipake Lebaran buat sungkeman ke rumah Calon mertua" Kata salah seorang gadis remaja kepada kawannya.
"Hah, ga salah lo! Itu udah kuno, kaleee! Lagian modelnya, ih... Amit-amit banget, mirip yang dibeli pembokat gw di mangga dua..." Jawab kawannya sambil cengengesan.
"Tapi kan, serasi banget sama mukena yang Nyokap gw beliin.Udah gitu, ini lagi diskon 20%..." Gadis Abg yang sedang menjajal pakaian itu terlihat antusias sekali.
"Lo lihat deh, harganya. Cuma tiga ratus ribu...! Masak lebaran lo pake baju murahan kayak gitu, yang lebih mentereng dong. Biar bisa dilihat keluarga dan kawan-kawan semua. Lagipula, Lebaran itu Setahun sekali, jadi wajar dong kalo kita  terlihat mewah...!"


*  *  *





 * * * * * * * * Choirul Huda * * * * * * * *
___________________________________________________________________

Foto: ilustrasi Kompas.com
Note: hanya mewakili sedikit penafsiran, tergantung dari sudut mana membacanya...
___________________________________________________________________


Serial Ramadhan Lainnya:

- Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta menjelang waktu "Berbuka" Puasa...

- Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik

- 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...!

- Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I)

- Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran...

- Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah...

- Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama…

- Antara Lebaran, Leburan dan Liburan?





 
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Selamat Hari Raya IDUL FITRI 1432 H Mohon Maaf Lahir & Batin
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
 

Kamis, 01 September 2011

Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta Menjelang Waktu "Berbuka" Puasa…


Semrawutnya, Jakarta...


"Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga. Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa..."

Pukul 17:25 wib.
Di suatu jalan raya di daerah Senen, Jakarta Pusat.
Braak...!
"Anj**g lo! Punya mata lihat-lihat dong! Masak, mobil segini gedenya ga kelihatan. Liat ne, body mobil gw jadi penyok. Lo mesti, tanggung jawab!" Ucap pengemudi sebuah mobil sedan mewah, terlihat kesal sembari memaki saat mobilnya terserempet remaja yang mengendarai motor.
"Lagian siapa suruh, lo punya mobil ga maju-maju. Tuh lihat, udah hijau dari tadi. Bukannya jalan, malah berhenti!"
"Eh, sial lo. Tunggu..." Pengemudi mobil itu terlihat naik pitam, dan langsung bergegas melepas seat belt terus turun dari bangkunya untuk menghampiri sang pengendara motor.
Namun, sebelum melangkah keluar. Sang pengendara motor itu sudah tancap gas duluan.
Ngeeng, ngeeng...
"Bodo amat, gw buru-buru mau buka!" Sambil ngeloyor pergi meninggalkan pengemudi yang sedang marah itu, sang pengendara motor meninggalkannya seolah tanpa dosa.
Hanya tinggal pengemudi mobil yang cuma bisa mengelus dada, tak tahu harus berkata apa lagi. Sementara itu, dari arah belakang terdengar rentetan bunyi klakson pertanda mobilnya jangan melintang di tengah jalan.


*  *  *

"Wah, macet banget Bos. Kita lewat mana sekarang?" Ucap Wanto, sang sopir kepada Atasannya di persimpangan jalan Dewi Sartika.
"Yaah, To. Jam segini di Jakarta, mana ada yang tidak macet. Apalagi sekarang bulan puasa, orang-orang mau pada buka puasa. Mana ada yang mau ngalah..." Jawab Syamsudin dengan lugas. Atasan yang satu ini memang terkenal sabar, apalagi ia juga sedang puasa harus banyak-banyak menahan amarah.
"Apa bagusnya kita lewat jalan Condet saja Bos? Itu kan jalan kecil, siapa tahu aja ga begitu macet." Ujar Wanto memberikan alternatif kepada Syamsudin.
"Sama aja To, apalagi lewat jalan setapak itu. Malah yang ada kita terjebak macet, ga sempat Taraweh kita..."
Belum sempat Syamsudin melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dari arah depan terdapat sebuah angkot yang menyalip dan berhenti di tengah jalan.
Ngiiiiikkk....
Deru suara rem, memekakkan telinga. Kalau saja mobil mereka tidak ada Airbag, mungkin tubuh Syamsudin dan Wanto sudah mencelat keluar jendela.
"Astagfirrullah..." Dengan jantung yang berdebar, Syamsudin mengucap sembari menghela nafas.
"Sopir Bang**t!!!" Maki Wanto naik darah, langsung saja ia keluar dari mobil, meskipun dicegah oleh atasannya namun tetap tidak mempan.
Biasanya Wanto selalu menurut apa kata Syamsudin, namun untuk yang satu ini karena kelewat kesal. Maka ia sama sekali tidak mengindahkan ucapan atasannya itu. Malah sambil menarik kerah baju sang sopir angkot, kemudian ia memberikan ketupat bengkulu yang bertubi-tubi terhadap sopir yang juga masih muda. Hingga terjadilah perkelahian ditengah jalan saat tujuh menit lagi menjelang buka puasa...


*  *  *

"Ah, To. Kenapa ga mau sabar, padahal sedikit lagi sudah mau buka, sia-sia saja kamu menahan lapar dan minum dari subuh, kalau akhirnya tidak bisa mengendalikan hawa nafsu." Berkata Syamsudin kepada Wanto, setelah perkelahian dilerai oleh massa.


*  *  *

Beberapa hari kemudian.
"Yah, Aris mau ngabuburit dulu ya. Ntar pulangnya kalo udah mau buka"
Berkata, Aris kepada ayahnya.
"Hati-hati, jangan ngebut. Lihat kanan kiri kalau mau belok" Jawab Sopian menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan.
"Iya", sahut Aris sembari keluar dari gang rumahnya berbarengan dengan rombongan kawannya untuk berkeliling Ngabuburit.


*  *  *

13140257551334368629
Macet, macet, dan macet...
Tidak berselang lama, di tikungan depan sebuah Pusat perbelanjaan besar di kawasan Tanah Abang.
Hampir saja sepeda motor miliknya menyerempet sebuah truk, kalau saja tidak membanting stir. Mungkin motor beserta Aris sudah tidak remuk menjadi perkedel. Kawan-kawan Aris langsung mengerubuti sang sopir, terlihat sang sopir yang sudah berumur tampak keheranan mengerutkan kening.
"Pak, pelan-pelan dong bawa mobilnya. Gimana ne, teman saya jadi lecet semua" Berkata salah satu kawan Aris menuding kearah Bapak Sopir.
"Lho, kok saya yang disalahin? Sudah jelas kalian yang pada ngebut, di jalan raya kok bawa motor ugal-ugalan. Untung saja saya keburu membanting stir, kalau nggak..." Sahut sang Bapak Sopir dengan sabar.
"Kami bukannya ngebut Pak, tapi lagi mengejar waktu buat berbuka puasa..." Akhirnya Aris menjawab lirih menahan sakit, sembari merangkak bangun dengan dipapah kedua temannya.
Sopir tua itu hanya bisa menggelengkan kepala, setelah termenung sejenak akhirnya ia berkata:
"Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga.
Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa...
Semua orang juga pengen cepat-cepat buka, tapi bukan begini caranya. Lihat akibat ulah kamu, semua kena dampaknya Truk saya jadi nyungsep ke pembatas jalan. Tadinya rencana kamu buka puasa dirumah, akhirnya malah buka puasa dijalan. Dan juga harus mempertanggung jawabkan kelakuan kamu, kepada pihak yang berwajib karena telah membuat kemacetan..."


*  *  *

Dari jauh, terdengar sayup-sayup suara Adzan menggema di pinggir jalan...

*  *  *



* * * * Choirul Huda * * * *
___________________________________________________________________

Foto: diambil via Kompas Images 1 & 2
Note: Hanya sedikit pengalaman pribadi, tidak lebih...!
___________________________________________________________________

Serial Ramadhan Lainnya:
- Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik
- 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...!
- Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I)
- Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran...
- Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah...
- Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama…





 
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Selamat Hari Raya IDUL FITRI 1432 H Mohon Maaf Lahir & Batin
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
 

Minggu, 21 Agustus 2011

Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK Yang Mudik

"Emangnya mentang-mentang bulan puasa, kami harus istirahat selama sebulan penuh,  mau makan apa? Lalu kalo kami ga kerja, buat beli baju lebaran anak, terus dananya dari mana? Pemda yang ngasih!!!" Jawab Mbak G dengan nada yang tinggi."
* * *

13137850031918291050
Sebuah pemandangan indah di Jalan raya di sudut Jakarta

Setelah berkunjung  ke rumah teman di daerah Semanan, Kalideres. Saya  dan tiga orang kawan memutuskan untuk pulang ke rumah, kebetulan malam sudah larut sekitar pukul 03 wib, Menjelang sahur tiba. Bersama ketiga orang kawanku, kami rombongan melewati daerah Pesing, Jakarta Barat.
Saat belok kanan ke arah jalan Tubagus Angke, saya mendapatkan suatu "pemandangan" diantara gelapnya malam. Ternyata banyak juga, wanita penjaja seks komersial yang sedang berdiri menantikan kedatangan pria hidung belang. Tepat saat melewati Jembatan Genit, motor kawan yang berada di depan perlahan-lahan mulai berhenti. Tatkala itu dengan heran saya bertanya, kenapa malah berhenti disini, tapi dengan santainya kawan tersebut menjelaskan bahwa ia hanya mencari angin saja, sembari mengopi. Lagipula, imsaknya masih 2 jam lagi, jawabnya.
Karena yang lain pada setuju, lagian tidak enak kalau saya memutuskan pulang sendiri. Masak, pergi bareng, pulangnya pada misah. Akhirnya dengan berat hati, dan deg-degan takut ada razia (terutama massa dan satpol pp) kami ngopi dan nongkrong bareng di emperan jalan dekat bantaran kali.

*  *  *
Tak lama berselang, datanglah seorang wanita dengan pakaian berwarna merah yang terlihat seksi (namun wajahnya tidak begitu tampak, karena saking gelapnya). Dengan tertawa, ia menanyakan kepada kami berempat apakah ada yang ingin "main"...
Kaget, bingung dan saling celingukan diantara kami semua, karena memang niat awalnya hanya sekadar untuk mengopi dan duduk-duduk saja, meskipun dalam hati sekalian ingin cuci mata.
Kemudian salah seorang kawan saya, berinisiatif untuk menawarkan sebatang rokok mild dan juga segelas kopi kepada wanita itu. Namun ia tertawa terkekeh saat ditawari kopi, ia malah mengambil sebotol minuman bersoda sembari menyalakan sebatang rokok yang dikasih kawan saya itu.
Dengan menghisap dalam-dalam rokok mildnya, kemudian wanita tersebut yang mengaku bernama "G" kembali menanyakan kepada kami bahwa diantara kami berempat ada yang mau "ditemani" atau tidak. Dengan sedikit berbohong, kawan saya yang satu mengatakan bahwa ia sedang menunggu seseorang dan belum berniat. Namun dengan gayanya yang genit dan menggoda, wanita itu malah bilang itu sudah basi...

*  *  *
Terus, terjadilah dialog diantara kami berempat dengannya.
Kawan 1 : "Mbak, kok tumben sih sepi, emangnya yang lain pada kemana?"
G: "Yah, begitulah Mas. Kalau bulan puasa memang disini agak sepi, beda dibandingin hari biasa. Sampe-sampe berderet panjang disekitar jalan ini."
Kawan 1 : "Oh..."
Kawan 3 : "Emangnya udah pada mudik ya Mbak?" Kawan saya yang lain menimpali.
G: Iya, sih sebagian udah pada pulkam. Tapi ga juga, soalnya yang lain pada takut ada razia, apalagi kalo bulan puasa mah sangat gencar-gencarnya, ga cuma satpol pp aja, tapi dari Ormas juga banyak. Makanya kita-kita (sebutan bagi G dan kawan seprofesinya) banyak yang takut dan lebih milih mudik.
Kawan 3 : "Mudik? Enak dong, Berarti mereka pada istirahat di kampung ya?"
G : "Enggaklah! Emangnya mentang-mentang bulan puasa, kami harus istirahat selama sebulan penuh,  mau makan apa? Lalu kalo kami ga kerja, buat beli baju lebaran terus dananya dari mana? Pemda yang ngasih!!!" Jawab Mbak G dengan nada yang tinggi.
Melihat perubahan yang drastis dari wajahnya, kemudian aku mengalihkan perhatian Mbak G agar tidak sewot kepada pertanyaan kawanku itu yang polos.
Saya : "Mbak asalnya dari mana, ngedenger logatnya seperti..."
G: "Saya berasal dari Indramayu, pasti sering dengar kan?"
Saya : "Oh, iya iya... Terus teman-teman Mbak yang lainnya?
G : "Sama sih, banyak juga yang satu daerah sama saya, juga banyak yang dari timur"
Lalu ia berkata "Bentar ya, Mas. Ntar saya balik lagi"
Mbak G kemudian beranjak untuk menghampiri seorang pengendara sepeda motor yang berhenti tidak jauh dari tempat kami duduk.

*  *  *
Tidak lama berselang, kemudian Mbak G sudah berada didekat kami dengan kawannya yang terlihat agak sedikit berumur, ya sekitar 30an.
Kawan 1 : "Gimana, Mbak? Kok ga jadi"
G : "Tau tuh orang, nawarnya pelit bener udah murah juga, eh masih mau yang lebih murah lagi. Emang dia pikir punya gw ini aset milik negara apa...!"
Kami tertawa bareng, mendengar perkataan terakhir dari Mbak G itu.
Terus, teman Mbak L yang baru datang ikutan menimpali. "Yah, lo sih semua kesini cuma duduk-duduk doang, males gw nemenin orang yang ga ada duitnya. Gw cabut dulu ya, G..."
Kawan saya yang dari tadi diam saja, ikutan komentar,
Kawan 2 : "Kenapa tuh Mbak, kayaknya sewot amat. Padahal Mbak G aja yang dari tadi ga apa-apa ya."
G : "Tau lah, mungkin dia lagi kesel aja. Dari tadi belum dapet pelanggan. Makanya dia bete ngeliat gw cuma nongkrong sama lo pada."
Kawan 1 : "Emangnya, Mbak sudah dapet berapa...?"

*  *  *
Akhirnya dari mulut Mbak G, ia bercerita tentang profesi yang dia lakuin selama ini. Soal bagaimana ia mendapatkan uang perharinya, terus disetorkan sama siapa saja. Resiko dikejar-kejar aparat karena razia, ditipu mentah-mentah oleh pelanggannya. Kemudian juga soal teman-temannya yang pada mudik dikampung, alih-alih istirahat selama puasa, malah melanjutkan di sepanjang jalur Pantura, warung remang-remang...
Dan juga tentang bagaimana, selama di bulan puasa ini, meskipun tidak berkerja sebulan penuh, namun pontang-panting harus tetap menyisihkan uang untuk keluarganya di kampung agar anak dan saudaranya bisa membeli baju lebaran dan memasak ketupat...
Tak terasa saat melirik jam, sudah lewat pukul 04. Meskipun seru dan menarik, tapi sudah mau Imsak. Dan juga, mau ga mau, perbincangan ini harus disudahi.
Akhirnya, kami beranjak pamit kepada Mbak G. Tak lupa, kawan kami yang tadi disemprot (kawan 3) menyepalkan selembar uang kertas berwarna biru sebagai pengganti uang ngobrol.
Dengan senyum yang terlihat menawan, Mbak G mengucapkan terima kasih dan berpesan supaya kami sering-sering mengobrol dengannya?

*  *  *

...terpisah dari ramai, berteman nyamuk nakal

dan segumpal harapan
kapankah datang tuan berkantong tebal...

habis berbatang-batang tuan belum datang
dalam hati, resah menjerit bimbang...
apakah esok hari
anak-anakku dapat makan...
oh Tuhan, beri setetes rezeki
dalam hati yang bimbang berdo'a
beri terang jalan anak hamba
kabulkanlah, Tuhan...




*  *  *

Dijalan, saat melewati daerah Jembatan Dua, dekat sebuah Lokalisasi terbesar di barat Jakarta. Kawan saya yang satu, melirik kepada kami dengan tatapan penuh arti. Namun aku hanya menggeleng saja, sebab sudah cukup petualangan malam ini. Lagipula saatnya makan sahur, sebelum waktunya Imsak.
Karena tidak dapat respon dari kami bertiga, kawan saya yang nomor satu mengusulkan agar esok malamnya berkeliling ke daerah Hayam Wuruk dan Mangga Besar. Kami hanya geleng-geleng kepala, melihatnya. Tidak mengiyakan, namun juga tidak menolaknya...

*  *  *

Sebuah kisah getir dari seorang wanita berinisial G:
Ah, bukankah mereka juga mempunyai hak untuk merayakan Idul Fitri
Dan juga memiliki tanggung jawab yang berat,
Harus membelikan pakaian untuk Anak serta keluarganya di kampung...
*  *  *

[Telkomsel Ramadhanku]

* * * * * * * * Choirul Huda * * * * * * * *
_____________________________________________________________________
Foto: diambil via Google
Lirik Lagu: Doa Pengobral Dosa (Iwan Fals)
Note: Hanya sekadar catatan, tidak lebih!
_____________________________________________________________________